Subscribe

News Update :

Welcome Guys

Yahoo Messenger News

Terapi Islami mengatasi kecanduan Narkoba

Senin, 30 Mei 2011 on 13.49

�Sebaiknya para pecandu narkoba segeralah berhenti, sekali lagi berhenti mengkonsumsi narkoba. Tidak ada satupun seseorang yang dapat meraih sukses dalam hidup ini apabila kehidupannya dikendalikan oleh narkoba. Kontrol dan kendalikan hidupmu tanpa narkoba. Jangan membuat kealalaian yang disengaja, karena bagaimanapun kalau menjadi pecandu narkoba, maka dalam hidup ini telah kehilangan segalanya dengan sia-sia�
[Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono]
*
Di sekitar daerah Haadyai, Muangthai Selatan, pada awal 1979, para penguasa memergoki satu cara yang sangat keji dalam menyelundupkan heroin lewat perbatasan, Malaysia. Bayi-bayi diculik atau dibeli dari orang tuanya � yang tidak menyadari apa maksud sebenarnya si Pembeli. Bayi tersebut lalu dibunuh, isi perutnya dikeluarkan dan diisi dengan kantong-kantong heroin. Mayat itu lalu dibawa menyeberangi perbatasan, laksana bayi yang terlena di buaian tangan �ibu� tercinta.
*
Di Hamburg, Jerman, seorang pemuda sempat menelan ekstasi sebelum terlibat keributan dengan pacarnya sampai ia nekat menghujamkan samurai ke jantungnya dan mati konyol
*
Di Thailand, biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah akibat kecelakaan lalu-lintas di bawah pengaruh miras mencapai US$ 4 Billion per tahun, yang merupakan 16 % dari APBN atau 2,8 kali dari dana Departemen kesehatan Masyarakat. Antara tahun 1989 dan 1994 kematian akibat kecelakaan lalu-lintas (di bawah pengaruh miras) meningkat sampai 170 %; 30 % tempat tidur di rumah sakit dihuni oleh pasien-pasien akibat kecelakaan lalu-lintas tersebut di atas.
*
Di Amerika, penyalahgunaan Narkotika sudah merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern.
*
Dikemukakan bahwa 1 di antara 11 orang dewasa Amerika adalah pecandu narkotika berat; sementara di kalangan remaja adalah 1 di antara 6 orang. Cedera, cacat, hingga kematian akibat penyalahgunaan narkotika adalah hal yang sia-sia yang disebabkan karena over dosis, tindak kekerasan dan kecelakaan (terutama kecelakaan lalu lintas)
*
Di Republik Indonesia, Peredaran Gelap dan penyalahgunaan Narkoba semakin mengerikan. Prevalensi Penyalahguna Narkoba saat ini sudah mencapai 3.256.000 jiwa dengan estimasi 1,5 % penduduk Indonesia adalah penyalahguna Narkoba. Maraknya peredaran Narkoba di Indonesia merugikan keuangan negara sebesar Rp 12 triliun setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari BNN (Badan Narkotika Nasional) menyebutkan, setiap tahunnya 15.000 orang meninggal akibat penyalahgunaan Narkoba. Dari jumlah tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa 40 nyawa perhari harus melayang akibat Narkoba.
*
Operasi Nila Rencong yang digelar khusus Oleh BNN di wilayah Aceh setahun terakhir ini menorehkan hasil yang membelalakkan mata. Total berat pohon dan bibit ganja yang ditemukan di areal hutan dan pegunungan bermedan berat di ujung barat provinsi Indonesia tersebut tercatat sebesar 373,245 ton. Berat total yang setara dengan berat 6 ribu pria dewasa yang bila semuanya didudukkan dapat memenuhi 8 lapangan sepakbola!.
*
Menurut ketua BNN, Jenderal Polisi Drs. Sutanto, tentang penggerebekan sebuah pabrik pembuatan ekstasi, �Dengan berbagai alat, seperti cooling reactor, rotary evaporator (penguap), penjernih air, mesin pencampur, mesin penghancur, pressing machine, dan berbagai alat pencetak, pil yang tercetak dalam satu menit mencapai 840 tablet (satu jam 50.400 butir). Jika dihitung dengan jam kerja sehari lima jam dan seminggu lima hari serta sebulan tiga minggu, berarti satu hari bisa mencetak 251.000 butir pil, seminggu 1.260.000 butir, sebulan 3.780.000 butir dan setahun 45.360.000 butir. �itu baru kemampuan satu set mesin saja, sedangkan ada dua mesin. Berapa besar peredaran ekstasi di tanah air�, ujar Sutanto. Baru-baru ini, yakni pada bulan November 2007, aparat kepolisian berhasil membongkar sebuah jaringan narkoba dengan barang bukti terbanyak sepanjang sejarah di Republik indonesia; jutaan butir ekstasi!
*
Beberapa tahun yang lalu penyair kawakan, Taufik Ismail, mengaku pernah dibuat tak bisa tidur dua hari dua malam. Matanya terus melek, pikirannya kalut karena dihantui kegetiran yang luar biasa. Seperti dikutip Kompas Cyber Media (KCM), hal itu dialaminya setelah ia mewawancarai tiga puluh remaja laki-laki dan perempuan di sebuah panti rehabilitasi Narkoba di Jakarta. �Setelah ngobrol dan mendengar cerita mereka, saya tidak bisa tidur dua hari berturut-turut. Saya benar-benar merinding mendengarnya. Saya berpikir, sudah sangat luarbiasa kerusakan bangsa ini. Kemana pun saya pergi, apakah itu di kota besar, kecil, tepi pantai, saya melihat mayat-mayat berdiri. Mereka adalah korban dari ekstasi, marijuana dan Shabu-shabu�
*
Janda Kholinah (bukan nama yang sebenarnya), berusia 47 tahun, yang sehari-hari berprofesi sebagai seorang pedagang nasi goreng. Menghadapi putranya, Adiansyah (bukan nama yang sebenarnya) berusia 23 tahun, terjerat Narkoba sejak di bangku SMP. Kholinah tidak mudah menyerah. Dirinya berupaya agar anaknya dapat sembuh dan bebas dari barang haram meski berkorban harta habishabisan. �Saya rela berbuat apa saja supaya anak saya bisa sembuh�, ungkapnya. Derita Kholinah memang berkepanjangan. Pada tahun 2000-an suaminya meninggal akibat Stroke yang makin parah karena memikirkan Adian yang kecanduan Narkoba. Belum lagi, karena perhatian total Kholinah diberikan kepada Adian, putra sulungnya, Ardana (bukan nama yang sebenarnya) berusia 25 tahun, tiba-tiba menjadi pemuda yang mengurung diri di kamar dan tidak mau bekerja lagi. �dia Stres dan saya bawa berobat meski dengan uang pas-pasan�, kata Kholinah. Perilaku pemakai Narkoba memang selalu berusaha untuk memegang uang untuk sakau. �jika tak diberi uang saya bisa dihajar habishabisan. Pernah saya diseret dari rumah tetangga dimintai uang. Duh Gusti..�, ujarnya sedih. Agustus tahun lalu, Adian menganiaya ibu kandungnya karena dimintai uang sebesar Rp 25 ribu tidak mau memberi. �sejak bangun tidur saya pasrah. Saya benar-benar tidak punya uang. Jadi mau diapain saja pasrah�, uangkapnya. Namun tetangganya merasa tidak tega terhadap Kholinah dan ingin membuat Adian jera. Akhirnya Adian dilaporkan kepada pihak aparat keamanan dan diamankan.
*
KPP menyebutkan bahwa 3 % dari total pecandu di Indonesia adalah perempuan. Jika merujuk pada hasil penelitian BNN yang menyebutkan 1,5 % dari total penduduk Indonesia adalah Penyalahguna Narkoba, berarti kurang lebih ada sekitar 120.000 perempuan di Indonesia yang menjadi Penyalahguna Narkoba. Bayangkan apabila semua perempuan tersebut adalah ibu-ibu yang memiliki rata-rata dua orang anak maka akan terdapat 240 ribu anak yang terlantar karena ibunya tidak berdaya dan terjerat oleh setan Narkoba. Atau kalaupun semua perempuan itu belum berkeluarga, maka malapetaka sudah menunggu mereka dan anak-anak mereka kelak. Apalagi bila perempuan tersebut adalah pengguna Narkoba jarum suntik, maka HIV/AIDS, Hepatitis, dan berbagai penyakit berbahaya lainnya sudah membayangi dan cenderung menular ke anak-anak mereka
*
Dari berbagai data dan informasi yang ada di BNP (Badan Narkotika Propinsi) DKI, diketahui bahwa wilayah penyebaran, penyalahgunaan, dan peredaran gelap Narkoba telah merambah ke berbagai tempat pendidikan dari SD, SMP, SMU, hingga perguruan tinggi. Maraknya aksi-aksi kekerasan seperti perusakan, pemerasan, penganiayaan hingga tawuran yang dilakukan oleh pelajar, salah satu penyebabnya adalah penyalahgunaan Narkoba. Untuk itu, menurut Fauzi Bowo, para pelajar, orang tua serta guru perlu mendapatkan pembekalan dan pengetahuan tentang bahaya Narkoba dan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Lebih jauh lagi, kita harus meningkatkan kesadaran dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta pengetahuan yang memadai tentang pola hidup sehat.
*
�Dulu saya seorang pemakai narkoba berat� tutur Jefri Al-Buchary atau sebutan akrabnya UJ. �Mengulas kehidupan saya kalau diceritakan sangat pahit dan memang ini sudah menjadi jalan saya� ungkapnya. Kata UJ, narkoba itu seperti duri yang bernyawa, jika sudah masuk ke dalam diri kita maka perlahan-lahan duri itu akan menusuk-nusuk diri kita dari dalam, yah.. akhirnya hanya diri sendiri yang merasakan bagaimana sakitnya, tersiksanya bahkan sampai ajal mendekati kita�
*
Testimoni Bunda Iffet: �hati saya trenyuh melihat efek jahat narkoba pada anak saya� (Bimbim Slank). Slank, Band besar yang telah mengukir banyak prestasi di kancah musik Indonesia adalah salah satu ikon yang mempunyai fans fanatik terbesar di negeri ini. Eksistensinya di dunia musik tak diragukan lagi. Seiring perjalanan waktu, grup band yang telah dua kali bongkar pasang personil, ternyata tak lepas dari lika-liku problematika seputar narkoba. Namun berkat perjuangan serta tangan dingin bunda Iffet, akhirnya band ini mampu lepas dari masalah ketergantungan narkoba. Setelah benar-benar pulih dan bersih dari narkoba, Band ini menguatkan tekadnya untuk berperang melawan narkoba, serta mengajak orang dan fansnya agar tidak menggantungkan hidupnya pada narkoba. Harus diakui, mereka adalah legenda musik tanah air yang bisa memberi contoh positif dan dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang. �Sekarang bukan jamannya lagi slogan �Say no to Drugs�, tapi �Fight Against Drugs�, jangan hanya bilang tidak tapi perangi narkoba. Kami hanya memberikan contoh pada para slankers agar tidak make narkoba. Kita ingin sampaikan, tanpa narkoba kita punya stamina yang kuat dan bisa berkarya. Sejauh ini, memang kami tidak punya album khusus tentang narkoba, namun kita punya banyak lagu yang bertemakan itu.� tegas Bimbim ketika dimintai komentarnya pada Pentas Musik Akbar di Ancol 17 Juni 2007 dalam rangkaian HANI.
*
Dalam seminggu, Capt. H. Kaharuddin bisa menghabiskan Rp 16 juta untuk membeli shabu. Dalam kurun waktu tersebut Kahar tetap melaksanakan tugasnya di kantor yakni di Barito sebagai kepala pelayaran. Lama-kelamaan produktifitasnya menurun; Kahar bahkan hanya mampu mengandalkan anak buahnya untuk bekerja. Pernah pada saat rapat dengan bos perusahaannya dari Korea ia tertidur sampai rapat berakhir. Efek jahat shabu pada tubuhnya sudah mulai parah. Badannya seakan tidak punya tenaga untuk beraktifitas, ia bisa menghabiskan sehari penuh untuk tidur sehingga kerjaannya pun terbengkalai. Badannya kurus karena tidak ingat makan, otaknya lemah. Bahkan karena saking seringnya tertidur ia sudah lupa akan waktu dan hari. Akibatnya Kahar jadi bulan-bulanan penipuan oleh teman dan anak buahnya. Barang-barang di rumahnya ia jual dengan harga murah tanpa sadar. Mobil limosinnya hanya dijual dengan harga 100 juta. �hidup saya sudah pasrah, mau makan atau tidak kek terserah,� kenang Kahar pada saat kecanduannya akan narkoba masih merongrong walaupun harta ludes tak tersisa. Teman dan keluarga menjauh. Saat ini ia sudah banyak menyadarkan orang di Ternate, terutama kaum muda. �dengan cerita saya ini, saya ingin pembaca (majalah) SADAR jangan pernah coba-coba pakai narkoba. Untuk yang masih make, sebenarnya harga diri mereka akan hilang karena menjadi bodoh, lebih bodoh dari binatang. Sebodoh-bodohnya binatang lebih bodoh lagi orang yang make shabu. Kedua, mereka tidak menyadari akibatnya nanti. Syukur kalau dia mati, tapi kalau tidak? Bisa Gila. Seperti saya ini yang sudah mengalami akibatnya. Saya juga berharap mudahmudahan dengan membaca kisah saya ini ada lima bandar saja yang sadar, sehingga beribu-ribu manusia bisa selamat dari narkoba�
*
Seorang bapak, sebut saja Budi Ardjanto (bukan nama sebenarnya), tiba-tiba menangis tersedu-sedu sambil bercerita. Putra keduanya terpaksa meninggal dunia pada waktu kelas dua SMP karena narkoba. Dirinya sempat tidak mengetahui pada awalnya karena puteranya tinggal bersama sang nenek di daerah Jakarta Pusat sementara dirinya tinggal di wilayah Tangerang. Dalam pengakuan sedihnya Budi bercerita, dirinya telah habis-habisan harta bendanya mulai dari mobil, rumah, dan isinya telah amblas semua dengan harapan besar putranya dapat sembuh. Namun kenyataannya dia harus meninggal dalam usia muda.
*
Irwanto Ph. D, pendiri kios Narkoba Atmajaya : �Adik saya pemakai narkoba sejak SMP. Padahal bukan di kota besar tapi di kota kecil yang namanya Purwodadi, Grobogan. Kecil sekali, di sebelah timur Semarang. Dia makai ganja, pil dan segala macam sampai dia dikeluarkan dari sekolah. Saya dan keluarga sangat menderita waktu itu. Karena adik saya ini adalah adik yang kita sayangi. Pandai sekali tapi punya masalah. Bertahun-tahun seperti itu terus-menerus. Sampai saya lulus kuliah pun, adik saya masih terlunta-lunta. Sejak saat itulah saya mulai terjun ke Bersama, mulai jadi relawan untuk mengurusi masalah ini. Kemudian adik saya mulai sembuh, lalu saya tinggalkan dia ke Amerika karena saya dapat beasiswa Full Bright, tapi saya tetap ambil bidang narkoba. Master saya bidang narkotik, doktor saya juga bidang narkotik. Balik ke Jakarta rupanya adik saya punya masalah lagi. Di keluarganya ada masalah dan dia balik lagi ke narkoba. Adik saya mulai minum lagi, ngobat lagi segala macam sampai akhirnya ia meninggal dunia tahun 1993 karena over dosis. Tapi kelihatannya dia mengoverdosiskan dirinya sendiri, dia bunuh diri. Begitu tahu dia meninggal bunuh diri, saya sangat frustasi, kecewa dengan diri sendiri, menyalahkan diri sendiri karena saya doktor yang mempelajari hal itu tetapi tidak bisa membantu adik saya sendiri. Saya dihantui perasaan bersalah, dunia narkotik sudah mau saya tinggalin. Sampai sekitar tahun 96-97 orang mulai ramai membicarakan itu, dan saya sudah mulai damai dengan diri saya sendiri, akhirnya saya berkata dalam hati, �Kalau adikku tidak bisa aku tolong mungkin aku bisa menolong orang lain. Mulailah saya jadi relawan lagi�.
*
Seorang korban Narkoba, Fandy (bukan nama yang sebenarnya), mantan seorang Bandar besar Narkoba. �Saya dulu bergelimangan harta dengan berjualan Narkoba secara gelap. Mau beli apa saja saya bisa sehingga rasanya hidup tidak pernah susah dan banyak teman�, ungkapnya berbagi cerita. Fandy juga pemakai jenis Narkoba yang menggunakan suntikan dan sering bergantian dengan temantemannya di kampus tanpa menyadari bahaya maut yang bisa mengancamnya. Bisnis barang haram akhirnya menjadi pukulan berat bagi dirinya karena setelah melakukan tes dirinya dinyatakan positif dan harus menjalani perawatan medis. �Saya kaget dan tidak menyangka. Ini akibat nyutik bergantian dengan teman-teman. Korban AIDS kebanyakan dominan pecandu Narkoba. Sekarang ini, saya sudah tiga tahun lamanya harus minum obat secara rutin pagi dan sore hari, dan tidak boleh kelewat�, ungkapnya. Menurut pengakuan Fandy, setiap bulan dirinya harus menyediakan uang sebesar 9 jutauntuk membeli obat. Bukan berarti bisa sembuh. HIV/AIDS belum ada obatnya. Dari 30 temannya dulu di kampus yang sering nyutik tinggal tiga orang yang masih hidup termasuk dirinya. �teman-teman yang lain sudah pada meninggal semua. Kini saya berjuang dalam hidup bersama AIDS yang belum ada obat yang dapat menyembuhkannya�, ungkapnya sedih. Penderita korban infeksi virus HIV/AIDS sebagian akibat memakai Narkoba terutama menggunakan jarum suntik yang tidak steril selain akibat seks bebas dan sebagainya.
*
Seorang ibu yang mengikuti persidangan anaknya karena terlibat narkoba sempat mengungkapkankenyataan pahit yang tengah diterimanya. Dirinya mengetahui putranya sebagai pemakai setelah petugas polisi memberitahukan putranya ditangkap petugas anti narkoba. Dirinya hampir tidak percaya. Namun fakta berbicara lain. Sebab, si anak di rumah berlaku baik dan tidak macam-macam dan bahkan setiap kali si ibu membersihkan kamar dan tas sekolahnya tidak menunjukkan tanda-tanda sang anak termasuk pemakai. Kepedihan mendalam itu membuahkan peringatan. �Saat itu, saya memohon kepada aparat penegak hukum supaya bertindak tegas memberantas jaringan narkoba di tanah air. Para pengedar yang masih leluasa berkeliaran di masyarakat juga di lingkungan sekolah agar segera ditindak karena merekalah anak saya terpaksa masuk bui�
*
Dalam sebuah artikel berjudul �Narkoba Mempengaruhi kerja otak�, dr. Lidya H Martono, SKM dan dr. Satya Joewana, SPKJ, mengakhiri ulasannya dengan, �Perasaan Nikmat, rasa nyaman, tenang atau rasa gembira yang dicari mula-mula oleh pemakai Narkoba, harus dibayar sangat mahal oleh dampak buruknya, seperti ketergantungan, kerusakan berbagai organ tubuh, berbagai macam penyakit, rusaknya hubungan dengan keluarga dan teman-teman, rongrongan bahkan kebangkrutan keuangan, rusaknya kehidupan moral, putus sekolah, pengangguran serta hancurnya masa depan dirinya�
*
Gara-gara hobi mabuknya itu, saat kelas 1 SMA, nilai rapor Novri merah semua. Itu pun terus berlanjut, hingga kuliahnya putus di tengah jalan. �Yah, gimana mau kuliah, duitnya saya pakai untuk mabuk,� ungkapnya sembari menggaruk-garuk kepalanya yang botak. Saat itu, Novri tidak dapat mengontrol diri dari kemarahan. Emosinya juga sangat tidak terkendali hingga ia memutuskan hengkang dari kampus. Cita-cita pun melayang. Ia terus berusaha, bagaimana cara membeli barang haram, padahal tidak ada sama sekali uang di tangannya. Novri juga berkisah mengenai kakak angkatnya, yang tinggal serumah dan juga pernah menderita ketergantungan obat. Namun kakaknya itu berhasil pulih, setelah mengikuti program di sebuah pusat rehabilitasi. �kakak saya itu sering banget nasihatin dan cerita gimana rasa capeknya dan sering tersiksa gara-gara narkoba, �ujar Novri. Kedua orang tuanya pun tidak bosanbosannya menasihati, namun saat diberitahu dengan nada tinggi, Novri justru marah dan gusar. Tak satu pun nasihat didengarnya, yang ada di kepalanya saat itu adalah bagaimana cara agar terus punya uang dan kembali menikmati barang haram tersebut. �nggak tahan kalau lagi sakau. Sakitnya dari ujung kaki sampai kepala, badan pegal, seperti terserang flu tulang dan tenggorokan kadang sakit,� tutur Novri panjang lebar. Akhirnya, untuk dapat terus mengkonsumsi narkoba, Novri ikut mengedarkan. Dia berharap pengalaman hidupnya dapat menjadi pelajaran bagi generasi muda agar jangan sekali pun terjerat narkoba, karena saat ingin terlepas akan mengalami fase-fase teramat sulit. Bercermin dari masa lalunya yang kelam, saat ini Novri mendampingi dan membantu korban-korban ketergantungan narkoba di pusat rehabilitasi Rumah Sakinah. Menurutnya, pekerjaan sebagai manajer program di pusat rehabilitasi Rumah Sakinah adalah sebuah pengabdian untuk menebus dosa-dosanya.
*
Sekjen Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, mengatakan, �Sindikat Narkoba incar Anakanak. Fakta menunjukkan saat ini banyak anak-anak yang terjerembab dalam lembah narkoba. Keterlibatan anak-anak tidak hanya sebagai pemakai, banyak di antaranya membantu bandar-bandar narkoba untuk mengedarkan narkoba. Dibandingkan menjebak orang dewasa, yang terhitung sulit, anak-anak kerap kali menjadi sasaran empuk para bandar narkoba. Bandar-bandar narkoba memiliki seribu akal bulus untuk menggaet anak-anak agar mau mencoba narkoba.
*
Dari sekian banyaknya penduduk dunia yang sudah menjadi korban, tercatat tidak kurang dari 4 juta jiwa umat manusia di Republik Indonesia tercinta ini terjerumus menjadi korban narkoba. Kita memangtidak pernah berharap jumlah tersebut akan bertambah. Akan tetapi, kenyataan terbukti lain. Jumlah korban bertambah banyak, jumlah pengedar bertambah besar dan berkembang, yang sepertinya sulit untuk dibendung. Yang mengkhawatirkan, menurut informasi terakhir sebagaimana banyak diberitakan baik di media cetak maupun media elektronik, Indonesia sekarang ini banyak diserbu oleh sindikat narkoba internasional. Oleh karena itu tantangan yang akan kita hadapi pada masa-masa mendatang, otomatis bertambah berat. Hal ini pun akan meminta perhatian yang lebih serius lagi bagi segenap warga Negara Kathulistiwa ini, dalam rangka menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana telah diamanatkan oleh para pejuang serta pendiri Republik ini. Kita harus merapatkan barisan, kita harus satukan tekad sambil mengevaluasi serta instropeksi diri terhadap langkah kita selama ini : apa yan telah kita lakukan, apa yang harus kita lakukan, apakah yang telah kita lakukan itu sudah maksimal atau belum, apakah kata hati nurani kita sudah sesuai dengan perbuatan kita, serta banyak lagi hal yang perlu kita renungi bersama. Tanpa adanya penerapan nilai Agama mustahil rasanya masalah penyalahgunaan narkoba dan sejenisnya dapat dibasmi. Kita perlu manusiamanusia yang sehat jasmani dan rohani sebagai pejuang yang akan membebaskan bangsa ini dari penyalahgunaan barang haram tersebut, sekaligus diharapkan akan melahirkan manusia-manusia sehat jasmani dan rohani lainnya. Usaha kita harus maksimal. Hati dan pikiran harus benar-benar bersih. Kalau sudah demikian, serahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Sang Pencipta.
13.49 | 3 komentar | Read More

Bahaya Narkoba

Minggu, 29 Mei 2011 on 16.15

  • Di sekitar daerah Haadyai, Muangthai Selatan, pada awal 1979, para penguasa memergoki satu cara yang sangat keji dalam menyelundupkan heroin lewat perbatasan, Malaysia. Bayi-bayi diculik atau dibeli dari orang tuanya – yang tidak menyadari apa maksud sebenarnya si Pembeli. Bayi tersebut lalu dibunuh, isi perutnya dikeluarkan dan diisi dengan kantong-kantong heroin. Mayat itu lalu dibawa menyeberangi perbatasan, laksana bayi yang terlena di buaian tangan ‘ibu’ tercinta.
  • Di Hamburg, Jerman, seorang pemuda sempat menelan ekstasi sebelum terlibat keributan dengan pacarnya sampai ia nekat menghujamkan samurai ke jantungnya dan mati konyol.
  • Di Thailand, biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah akibat kecelakaan lalu-lintas di bawah pengaruh miras mencapai US$ 4 Billion per tahun, yang merupakan 16 % dari APBN atau 2,8 kali dari dana Departemen kesehatan Masyarakat. Antara tahun 1989 dan 1994 kematian akibat kecelakaan  lalu-lintas (di bawah pengaruh miras) meningkat sampai 170 %; 30 % tempat tidur di rumah sakit dihuni oleh pasien-pasien akibat kecelakaan lalu-lintas tersebut di atas.
  • Di Amerika, penyalahgunaan Narkotika sudah merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern. Dikemukakan bahwa 1 di antara 11 orang dewasa Amerika adalah pecandu narkotika berat; sementara di kalangan remaja adalah 1 di antara 6 orang. Cedera, cacat, hingga kematian akibat penyalahgunaan narkotika adalah hal yang sia-sia yang disebabkan karena over dosis, tindak kekerasan dan kecelakaan (terutama kecelakaan lalu lintas).
  • Di Republik Indonesia, Peredaran Gelap dan penyalahgunaan Narkoba semakin mengerikan. Prevalensi Penyalahguna Narkoba saat ini sudah mencapai 3.256.000 jiwa dengan estimasi 1,5 % penduduk Indonesia adalah penyalahguna Narkoba. Maraknya peredaran Narkoba di Indonesia merugikan keuangan negara sebesar Rp 12 triliun setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari BNN (Badan Narkotika Nasional) menyebutkan, setiap tahunnya 15.000 orang meninggal akibat penyalahgunaan Narkoba. Dari jumlah tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa 40 nyawa perhari harus melayang akibat Narkoba.
  • Operasi Nila Rencong yang digelar khusus Oleh BNN di wilayah Aceh setahun terakhir ini menorehkan hasil yang membelalakkan mata. Total berat pohon dan bibit ganja yang ditemukan di areal hutan dan pegunungan bermedan 15 berat di ujung barat provinsi Indonesia tersebut tercatat sebesar 373,245 ton. Berat total yang setara dengan berat 6 ribu pria dewasa yang bila semuanya didudukkan dapat memenuhi 8 lapangan sepakbola!.
  • Beberapa tahun yang lalu penyair kawakan, Taufik Ismail, mengaku pernah dibuat tak bisa tidur dua hari dua malam. Matanya terus melek, pikirannya kalut karena dihantui kegetiran yang luar biasa. Seperti dikutip Kompas Cyber Media (KCM), hal itu dialaminya setelah ia mewawancarai tiga puluh remaja laki-laki dan perempuan di sebuah panti rehabilitasi Narkoba di Jakarta. “Setelah ngobrol dan mendengar cerita mereka, saya tidak bisa tidur dua hari berturut-turut. Saya benar-benar merinding mendengarnya. Saya berpikir, sudah sangat luarbiasa kerusakan bangsa ini. Kemana pun saya pergi, apakah itu di kota besar, kecil, tepi pantai, saya melihat mayat-mayat berdiri. Mereka adalah korban dari ekstasi, marijuana dan Shabu-shabu”.
  • Janda Kholinah (bukan nama yang sebenarnya), berusia 47 tahun, yang sehari-hari berprofesi sebagai seorangpedagang nasi goreng. Menghadapi putranya, Adiansyah (bukan nama yang sebenarnya) berusia 23 tahun, terjerat Narkoba sejak di bangku SMP. Kholinah tidak mudah menyerah. Dirinya berupaya agar anaknya dapat sembuh dan bebas dari barang haram meski berkorban harta habis-habisan. “Saya rela berbuat apa saja supaya anak saya bisa sembuh”, ungkapnya. Derita Kholinah memang berkepanjangan. Pada tahun 2000-an suaminya meninggal akibat Stroke yang makin parah karena memikirkan Adian yang kecanduan Narkoba. Belum lagi, karena perhatian total Kholinah diberikan kepada Adian, putra sulungnya, Ardana (bukan nama yang sebenarnya) berusia 25 tahun, tibatiba menjadi pemuda yang mengurung diri di kamar dan tidak mau bekerja lagi. “dia Stres dan saya bawa berobat meski dengan uang pas-pasan”, kata Kholinah. Perilaku pemakai Narkoba memang selalu berusaha untuk memegang uang untuk sakau. “jika tak diberi uang saya bisa dihajar habis-habisan. Pernah saya diseret dari rumah tetangga dimintai uang. Duh Gusti..”, ujarnya sedih. Agustus tahun lalu, Adian menganiaya ibu kandungnya karena dimintai uang sebesar Rp 25 ribu tidak mau memberi. “sejak bangun tidur saya pasrah. Saya benar-benar tidak punya uang. Jadi mau diapain saja pasrah”, ungkapnya. Namun tetangganya merasa tidak tega terhadap Kholinah dan ingin membuat Adian jera. Akhirnya Adian dilaporkan kepada pihak aparat keamanan dan diamankan. 
  • KPP menyebutkan bahwa 3 % dari total pecandu di Indonesia adalah perempuan. Jika merujuk pada hasil penelitian BNN yang menyebutkan 1,5 % dari total penduduk Indonesia adalah Penyalahguna Narkoba, berarti kurang lebih ada sekitar 120.000 perempuan di Indonesia yang menjadi Penyalahguna Narkoba. Bayangkan apabila semua perempuan tersebut adalah ibu-ibu yang memiliki rata-rata dua orang anak maka akan terdapat 240 ribu anak yang terlantar karena ibunya tidak berdaya dan terjerat oleh setan Narkoba. Atau kalaupun semua perempuan itu belum berkeluarga, maka malapetaka sudah menunggu mereka dan anak-anak mereka kelak. Apalagi bila perempuan tersebut adalah pengguna Narkoba jarum suntik, maka HIV/AIDS, Hepatitis, dan berbagai penyakit berbahaya lainnya sudah membayangi dan cenderung menular ke anak-anak mereka 
  • Dari berbagai data dan informasi yang ada di BNP (Badan Narkotika Propinsi) DKI, diketahui bahwa wilayah penyebaran, penyalahgunaan, dan peredaran gelap Narkoba telah merambah ke berbagai tempat pendidikan dari SD, SMP, SMU, hingga perguruan tinggi. Maraknya aksi-aksi kekerasan seperti perusakan, pemerasan, penganiayaan hingga tawuran yang dilakukan oleh pelajar, salah satu penyebabnya adalah penyalahgunaan Narkoba. Untuk itu, menurut Fauzi Bowo, para pelajar, orang tua serta guru perlu mendapatkan pembekalan dan pengetahuan tentang bahaya Narkoba dan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Lebih jauh lagi, kita harus meningkatkan kesadaran dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta pengetahuan yang memadai tentang pola hidup sehat.
  • “Dulu saya seorang pemakai narkoba berat” tutur Jefri Al-Buchary atau sebutan akrabnya UJ. ”Mengulas kehidupan saya kalau diceritakan sangat pahit dan memang ini sudah menjadi jalan saya” ungkapnya. Kata UJ, narkoba itu seperti duri yang bernyawa, jika sudah masuk ke dalam diri kita maka perlahan-lahan duri itu akan menusuk-nusuk diri kita dari dalam, yah.. akhirnya hanya diri sendiri yang merasakan bagaimana sakitnya, tersiksanya bahkan sampai ajal mendekati kita”
  • Testimoni Bunda Iffet: ”hati saya trenyuh melihat efek jahat narkoba pada anak saya” (Bimbim Slank). Slank, Band besar yang telah mengukir banyak prestasi di kancah musik Indonesia adalah salah satu ikon yang mempunyai fans fanatik terbesar di negeri ini. Eksistensinya di dunia musik tak diragukan lagi. Seiring perjalanan waktu, grup band yang telah dua kali bongkar pasang personil, ternyata tak lepas dari lika-liku problematika seputar narkoba. Namun berkat perjuangan serta tangan dingin bunda Iffet, akhirnya band ini mampu lepas dari masalah ketergantungan narkoba. Setelah benar-benar pulih dan bersih dari narkoba, Band ini menguatkan tekadnya untuk berperang melawan narkoba, serta mengajak orang dan fansnya agar tidak menggantungkan hidupnya pada narkoba. Harus diakui,mereka adalah legenda musik tanah air yang bisa memberi contoh positif dan dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang. ”Sekarang bukan jamannya lagi slogan ”Say no to Drugs”, tapi ”Fight Against Drugs”, jangan hanya bilang tidak tapi perangi narkoba. Kami hanya memberikan contoh pada para slankers agar tidak make narkoba. Kita ingin sampaikan, tanpa narkoba kita punya stamina yang kuat dan bisa berkarya. Sejauh ini, memang kami tidak punya album khusus tentang narkoba, namun kita punya banyak lagu yang bertemakan itu.” tegas Bimbim ketika dimintai komentarnya pada Pentas Musik Akbar di Ancol 17 Juni 2007 dalam rangkaian HANI.
  • Dalam seminggu, Capt. H. Kaharuddin bisa menghabiskan Rp 16 juta untuk membeli shabu. Dalam kurun waktu tersebut Kahar tetap melaksanakan tugasnya di kantor yakni di Barito sebagai kepala pelayaran. Lama-kelamaan produktifitasnya menurun; Kahar bahkan hanya mampu mengandalkan anak buahnya untuk bekerja. Pernah pada saat rapat dengan bos perusahaannya dari Korea ia tertidur sampai rapat berakhir. Efek jahat shabu pada tubuhnya sudah mulai parah. Badannya seakan tidak punya tenaga untuk beraktifitas, ia bisa menghabiskan sehari penuh untuk tidur sehingga kerjaannya pun terbengkalai. Badannya kurus karena tidak ingat makan, otaknya lemah. Bahkan karena saking seringnya tertidur ia sudah lupa akan waktu dan hari. Akibatnya Kahar jadi bulan-bulanan penipuan oleh teman dan anak buahnya. Barang-barang di rumahnya ia jual dengan harga murah tanpa sadar. Mobil limosinnya hanya dijual dengan harga 100 juta. ”hidup saya sudah pasrah, mau makan atau tidak kek terserah,” kenang Kahar pada saat kecanduannya akan narkoba masih merongrong walaupun harta ludes tak tersisa. Teman dan keluarga menjauh. Saat ini ia sudah banyak menyadarkan orang di Ternate, terutama kaum muda. ”dengan cerita saya ini, saya ingin pembaca (majalah) SADAR jangan pernah coba-coba pakai narkoba. Untuk yang masih make, sebenarnya harga diri mereka akan hilang karena menjadi bodoh, lebih bodoh dari binatang. Sebodoh-bodohnya binatang lebih bodoh lagi orang yang make shabu. Kedua, mereka tidak menyadari akibatnya nanti. Syukur kalau dia mati, tapi kalau tidak? Bisa Gila. Seperti saya ini yang sudah mengalami akibatnya. Saya juga berharap mudah-mudahan dengan membaca kisah saya ini ada lima bandar saja yang sadar, sehingga beribu-ribu manusia bisa selamat dari narkoba”
  • Seorang bapak, sebut saja Budi Ardjanto (bukan nama sebenarnya), tiba-tiba menangis tersedu-sedu sambil bercerita. Putra keduanya terpaksa meninggal dunia pada waktu kelas dua SMP karena narkoba. Dirinya sempat tidak mengetahui pada awalnya karena puteranya tinggal bersama sang nenek di daerah Jakarta Pusat sementara dirinya tinggal di wilayah Tangerang. Dalam pengakuan sedihnya Budi bercerita, dirinya telah habis-habisan harta bendanya mulai dari mobil, rumah, dan isinya telah amblas semua dengan harapan besar putranya dapat sembuh. Namun kenyataannya dia harus meninggal dalam usia muda.
  • Irwanto Ph. D, pendiri kios Narkoba Atmajaya : ”Adik saya pemakai narkoba sejak SMP. Padahal bukan di kota besar tapi di kota kecil yang namanya Purwodadi, Grobogan. Kecil sekali, di sebelah timur Semarang. Dia makai ganja, pil dan segala macam sampai dia dikeluarkan dari sekolah. Saya dan keluarga sangat menderita waktu itu. Karena adik saya ini adalah adik yang kita sayangi. Pandai sekali tapi punya masalah. Bertahun-tahun seperti itu terus-menerus. Sampai saya lulus kuliah pun, adik saya masih terlunta-lunta. Sejak saat itulah saya mulai terjun ke Bersama, mulai jadi relawan untuk mengurusi masalah ini. Kemudian adik saya mulai sembuh, lalu saya tinggalkan dia ke Amerika karena saya dapat beasiswa Full Bright, tapi saya tetap ambil bidang narkoba. Master saya bidang narkotik, doktor saya juga bidang narkotik. Balik ke Jakarta rupanya adik saya punya masalah lagi. Di keluarganya ada masalah dan dia balik lagi ke narkoba. Adik saya mulai minum lagi, ngobat lagi segala macam sampai akhirnya ia meninggal dunia tahun 1993 karena over dosis. Tapi kelihatannya dia mengoverdosiskan dirinya sendiri, dia bunuh diri. Begitu tahu dia meninggal bunuh diri, saya sangat frustasi, kecewa dengan diri sendiri, menyalahkan diri sendiri karena saya doktor yang mempelajari hal itu tetapi tidak bisa membantu adik saya sendiri. Saya dihantui perasaan bersalah, dunia narkotik sudah mau saya tinggalin. Sampai sekitar tahun 96-97 orang mulai ramai membicarakan itu, dan saya sudah mulai damai dengan diri saya sendiri, akhirnya saya berkata dalam hati, ”Kalau adikku tidak bisa aku tolong mungkin aku bisa menolong orang lain. Mulailah saya jadi relawan lagi”. 
  • Seorang korban Narkoba, Fandy (bukan nama yang sebenarnya), mantan seorang Bandar besar Narkoba. “Saya dulu bergelimangan harta dengan berjualan Narkoba secara gelap. Mau beli apa saja saya bisa sehingga rasanya hidup tidak pernah susah dan banyak teman”, ungkapnya berbagi cerita. Fandy juga pemakai jenis Narkoba yang menggunakan suntikan dan sering bergantian dengan teman-temannya di kampus tanpa menyadari bahaya maut yang bisa mengancamnya. Bisnis barang haram akhirnya menjadi pukulan berat bagi dirinya karena setelah melakukan tes dirinya dinyatakan positif dan harus menjalani perawatan medis. “Saya kaget dan tidak menyangka. Ini akibat nyutik bergantian dengan teman-teman. Korban AIDS kebanyakan dominan pecandu Narkoba. Sekarang ini, saya sudah tiga tahun lamanya harus minum obat secara rutin pagi dan sore hari, dan tidak boleh kelewat”, ungkapnya. Menurut pengakuan Fandy, setiap bulan dirinya harus menyediakan uang sebesar 9 juta untuk membeli obat. Bukan berarti bisa sembuh. HIV/AIDS belum ada obatnya. Dari 30 temannya dulu di kampus yang sering nyutik tinggal tiga orang yang masih hidup termasuk dirinya. “teman-teman yang lain sudah pada meninggal semua. Kini saya berjuang dalam hidup bersama AIDS yang belum ada obat yang dapat menyembuhkannya”, ungkapnya sedih. Penderita korban infeksi virus HIV/AIDS sebagian akibat memakai Narkoba terutama menggunakan jarum suntik yang tidak steril selain akibat seks bebas dan sebagainya.
  • Seorang ibu yang mengikuti persidangan anaknya karena terlibat narkoba sempat mengungkapkan kenyataan pahit yang tengah diterimanya. Dirinya mengetahui putranya sebagai pemakai setelah petugas polisi memberitahukan putranya ditangkap petugas anti narkoba. Dirinya hampir tidak percaya. Namun fakta berbicara lain. Sebab, si anak di rumah berlaku baik dan tidak macam-macam dan bahkan setiap kali si ibu membersihkan kamar dan tas sekolahnya tidak menunjukkan tanda-tanda sang anak termasuk pemakai. Kepedihan mendalam itu membuahkan peringatan. ”Saat itu, saya memohon kepada aparat penegak hukum supaya bertindak tegas memberantas jaringan narkoba di tanah air. Para pengedar yang masih leluasa berkeliaran di masyarakat juga di lingkungan sekolah agar segera ditindak karena merekalah anak saya terpaksa masuk bui”
  • Dalam sebuah artikel berjudul “Narkoba Mempengaruhi kerja otak”, dr. Lidya H Martono, SKM dan dr. Satya Joewana, SPKJ, mengakhiri ulasannya dengan, ”Perasaan Nikmat, rasa nyaman, tenang atau rasa gembira yang dicari mula-mula oleh pemakai Narkoba, harus dibayar sangat mahal oleh dampak buruknya, seperti ketergantungan, kerusakan berbagai organ tubuh, berbagai macam penyakit, rusaknya hubungan dengan keluarga dan teman-teman, rongrongan bahkan kebangkrutan keuangan, rusaknya kehidupan moral, putus sekolah, pengangguran serta hancurnya masa depan dirinya”
  • Gara-gara hobi mabuknya itu, saat kelas 1 SMA, nilai rapor Novri merah semua. Itu pun terus berlanjut, hingga kuliahnya putus di tengah jalan. ”Yah, gimana mau kuliah, duitnya saya pakai untuk mabuk,” ungkapnya sembari menggaruk-garuk kepalanya yang botak. Saat itu, Novri tidak dapat mengontrol diri dari kemarahan. Emosinya juga sangat tidak terkendali hingga ia memutuskan hengkang dari kampus. Cita-cita pun melayang. Ia terus berusaha, bagaimana cara membeli barang haram, padahal tidak ada sama sekali uang di tangannya. Novri juga berkisah mengenai kakak angkatnya, yang tinggal serumah dan juga pernah menderita ketergantungan obat. Namun kakaknya itu berhasil pulih, setelah mengikuti program di sebuah pusat rehabilitasi. ”kakak saya itu sering banget nasihatin dan cerita gimana rasa capeknya dan sering tersiksa gara-gara narkoba, ”ujar Novri. Kedua orang tuanya pun tidak bosanbosannya menasihati, namun saat diberitahu dengan nada tinggi, Novri justru marah dan gusar. Tak satu pun nasihat didengarnya, yang ada di kepalanya saat itu adalah bagaimana cara agar terus punya uang dan kembali menikmati barang haram tersebut. ”nggak tahan kalau lagi sakau. Sakitnya dari ujung kaki sampai kepala, badan pegal, seperti terserang flu tulang dan tenggorokan kadang sakit,” tutur Novri panjang lebar. Akhirnya, untuk dapat terus mengkonsumsi narkoba, Novri ikut mengedarkan. Dia berharap pengalaman hidupnya dapat menjadi pelajaran bagi generasi muda agar jangan sekali pun terjerat narkoba, karena saat ingin terlepas akan mengalami fase-fase teramat sulit. Bercermin dari masa lalunya yang kelam, saat ini Novri mendampingi dan membantu korban-korban ketergantungan narkoba di pusat rehabilitasi Rumah Sakinah. Menurutnya, pekerjaan sebagai manajer program di pusat rehabilitasi Rumah Sakinah adalah sebuah pengabdian untuk menebus dosa-dosanya.
  • Sekjen Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, mengatakan, ”Sindikat Narkoba incar Anak-anak. Fakta menunjukkan saat ini banyak anak-anak yang terjerembab dalam lembah narkoba. Keterlibatan anak-anak tidak hanya sebagai pemakai, banyak di antaranya membantu bandar-bandar narkoba untuk mengedarkan narkoba. Dibandingkan menjebak orang dewasa, yang terhitung sulit, anak-anak kerap kali menjadi sasaran empuk para bandar narkoba. Bandar-bandar narkoba memiliki seribu akal bulus untuk menggaet anak-anak agar mau mencoba narkoba.
  • Dari sekian banyaknya penduduk dunia yang sudah menjadi korban, tercatat tidak kurang dari 4 juta jiwa umat manusia di Republik Indonesia tercinta ini terjerumus menjadi korban narkoba. Kita memang tidak pernah berharap jumlah tersebut akan bertambah. Akan tetapi, kenyataan terbukti lain. Jumlah korban bertambah banyak, jumlah pengedar bertambah besar dan berkembang, yang sepertinya sulit untuk dibendung. Yang mengkhawatirkan, menurut informasi terakhir sebagaimana banyak diberitakan baik di media cetak maupun media elektronik, Indonesia sekarang ini banyak diserbu oleh sindikat narkoba internasional dan Indonesia bukan lagi hanya sebagai konsumen tetapi produsen narkoba. Oleh karena itu tantangan yang akan kita hadapi pada masa-masa mendatang, otomatis bertambah berat. Hal ini pun akan meminta perhatian yang lebih serius lagi bagi segenap warga Negara Kathulistiwa ini, dalam rangka menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana telah diamanatkan oleh para pejuang serta pendiri Republik ini. Kita harus merapatkan barisan, kita harus satukan tekad sambil mengevaluasi serta instropeksi diri terhadap langkah kita selama ini : apa yang telah kita lakukan, apa yang harus kita lakukan, apakah yang telah kita lakukan itu sudah maksimal atau belum, apakah kata hati nurani kita sudah sesuai dengan perbuatan kita, serta banyak lagi hal yang perlu kita renungi bersama. Tanpa adanya penerapan nilai Agama mustahil rasanya masalah penyalahgunaan narkoba dan sejenisnya dapat dibasmi. Kita perlu manusia-manusia yang sehat jasmani dan rohani sebagai pejuang yang akan membebaskan bangsa ini dari penyalahgunaan barang haram tersebut, sekaligus diharapkan akan melahirkan manusia-manusia sehat jasmani dan rohani lainnya. Usaha kita harus maksimal. Hati dan pikiran harus benar-benar bersih. Kalau sudah demikian, serahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Sang Pencipta.
16.15 | 0 komentar | Read More

Jangan Hancurkan Organ-organ Tubuh Kita Dengan Narkoba

Hidung bekerja bagaikan laboratorium analisa kimia. Hidung teramat peka sehingga mampu mengenali hingga
10.000 bau yang berbeda. Yang sungguh menarik adalah kecepatan menakjubkan dari semua proses ini. Antara saat molekul kopi memasuki hidung kita hingga kita mengenali baunya hanya memerlukan waktu kurang dari sedetik.

Berpikirlah dahulu sebelum kita merusak tubuh sendiri dengan cara mengkonsumsi narkoba, karena tubuh kita diciptakan oleh Allah sedemikian canggih dan sangat menakjubkan. Apa yang akan saya sampaikan, mudah-mudahan dapat menghentikan rencana kita menghancurkan diri sendiri dan tersentuh hati kita untuk mulai menyayangi diri sendiri.

Otak/Komputer.

Setiap neuron (sel saraf) terdiri dari satuan-satuan yang hanya bertanggung jawab untuk meneruskan informasi. Satu otak saja bisa memproses kerja yang sama dengan 4,5 juta transistor pada mikroprosesor modern. Jumlah jutaan ini menjadi tak berarti jika dibandingkan dengan sepuluh miliar neuron-neuron yang sangat tangguh dalam memindahkan informasi dalam otak. Tambahan lagi, tidak ada produk industri yang mampu meniru pengenal rasa dan bau seperti dalam otak.

Otak manusia memiliki sistem yang mampu menjalankan sejumlah tugas sekaligus pada saat bersamaan. Misalnya, dengan struktur otaknya yang sempurna, seseorang yang sedang mengendarai mobil dapat sekaligus menyetel radio mobilnya dan membelokkan setir dengan mudah. Walaupun sedang melakukan beragam hal secara bersamaan, dia tidak menabrak mobil atau orang lain. Selain itu, dia dapat mengoperasikan pedal gas dengan kakinya. Dia dapat memahami berita yang didengarnya dari radio. Dia dapat menyambung kembali pembicaraannya dari tempat percakapan itu terhenti. Dan, yang terpenting, dia dapat mengarahkan semua hal ini secara sempurna, pada waktu yang bersamaan. Singkatnya, dengan bantuan
kemampuan luar biasa otak, seseorang dapat menangani berbagai pekerjaan sekaligus. Keselarasan ini dimungkinkan terjadi oleh adanya sambungan antar sel saraf di dalam otak.

Jutaan, bahkan miliaran rangsangan yang sampai ke otak dari dunia luar diterima dan diuraikan di dalam otak denganserasi, lalu diperiksa dan dinilai. Otak lalu memberi tanggapan yang diperlukan kepada setiap sumber rangsangan. Operasisistem yang rumit ini terus berfungsi dalam kehidupan seseorang tanpa henti. Keberadaan semua proses inilah yang menjadikan kita mampu melihat, mendengar, serta merasakan; dan kehidupan kita pun terus berlangsung.

Salah satu unsur terpenting penyusun sistem sempurna di dalam otak adalah sel-sel saraf, yang berjumlah hampirmendekati angka 10 miliar. Sel-sel saraf otak, tidak seperti sel-sel lainnya, mengirimkan dan mengolah informasi dengan cara membangkitkan dan mengalirkan aliran listrik lemah.

Apakah yang menyebabkan terjadinya hubungan di antara sel-sel dan menghasilkan keselarasan di dalam otak? Jawabannya terletak pada struktur istimewa sel saraf. Sekitar 10 miliar sel di dalam otak memiliki sekitar 120 triliun sambungan. Dan 120 triliun sambungan ini benar-benar berada di posisi yang tepat. Bila terdapat kesalahan pada salah satu saja dari sambungan ini, akibatnya akan sangat berat. Seseorang yang mengalami hal ini takkan mungkin menjalankan kehidupannya dengan baik. Namun hal seperti ini tidak terjadi, dan manusia sehat menjalani kehidupannya secara normal. Ia menjalani kehidupan dengan sebaik-sebaiknya sementara triliunan proses ajaib yang tidak disadarinya sedang berlangsung di dalam otaknya.

Struktur yang bekerja secara mandiri di dalam otak ini, sebagaimana halnya sistem-sistem lain di dalam tubuh manusia, memiliki rancangan sempurna di setiap tahapannya. Kenyataan bahwa otak dapat menjalankan berjuta fungsinya tanpa kesalahan atau kerancuan menjadi bukti bahwa Allah, Pemilik Ilmu tak terbatas, telah menciptakannya beserta semua cirinya yang istimewa.

“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tidak memperhatikan? (Adz Dzaariyaat, 51:20-21)

Dapat kita bayangkan, apa akibatnya jika otak kita rusak. Tentunya kita akan mengalami banyak sekali masalah dalam hidup kita. Karena itu, jangan rusak otak kita dengan narkoba.

Hormon/Surat.

Segala hal dalam tubuh merupakan suatu bentuk komunikasi. Banyak pesan dalam bentuk hormon yang tersusun atas molekul-molekul besar. Tidak ada alat penerima pada paket-paket pesan yang dibawa hormon, molekul yang berlalu-lalang bebas dalam sistem peredaran darah dan di antara sel-sel neuron. Akan tetapi, paket-paket tersebut senantiasa mencapai tempatnya karena alat-alat tubuh yang menerima pesan tersebut dilengkapi dengan sensor-sensor khusus.

Otot dan Pengeluaran Keringat/AC.

Gerakan otot menyebabkan pemanasan tubuh dalam cuaca dingin. Otot-otot dapat menyebabkan 90% panas tubuh dengan cara ini. Pengeluaran keringat, di pihak lain, berguna sebagai cara pendingin melawan pemanasan berlebihan. Dua sistem penyeimbang ini bekerja bersama untuk mempertahankan suhu tubuh yang mantap. Sistem ini bekerja jauh lebih cepat dan tepat melebihi sistem AC yang ada.

Sistem Kekebalan/Angkatan Bersenjata.

Tubuh kita dipertahankan oleh sekitar 200 juta sel-sel darah putih. Seperti halnya tentara, sel-sel darah ini memiliki sistem intelijen, persenjataan mematikan, dan strategi pertempuran khusus. Namun, tidak ada tentara di dunia yang setepat waktu dan sesempurna serta seberhasil sistem kekebalan.

Sekitar 250 tahun lalu, dengan ditemukannya mikroskop, para ilmu-wan mendapati bahwa kita hidup bersama banyak makhluk kecil, yang tidak dapat kita lihat dengan mata telanjang. Makhluk ini ada di mana-mana, dari udara yang kita hirup, sampai benda apa pun yang bersinggungan dengan permukaan tubuh kita. Juga ditemukan bahwa makhluk-makhluk ini berpenetrasi memasuki tubuh manusia.

Meski keberadaan musuh ini ditemukan dua setengah abad lalu, sebagian besar rahasia “sistem pertahanan” yang bertempur dengan gigih belumlah tersingkapkan. Begitu ada benda asing memasuki tubuh, secara spontan sistem molekular tubuh ini diaktifkan. Dengan rancangan strategi hebat, ia menyatakan perang mati-matian melawan musuh. Kalau kita lihat sekilas cara kerja sistem ini, tampak bahwa setiap tahapan berlangsung berdasarkan suatu rencana yang sangat cermat.

Sistem ini melindungi tubuh siang dan malam dari semua jenis penyerang. Ia bekerja dengan penuh ketekunan, layaknya pasukan tempur berperalatan lengkap, bagi tubuh yang dilayaninya. Setiap sistem, organ, atau kelompok sel di dalam tubuh mewakili keseluruhan di dalam suatu pembagian kerja yang sempurna. Setiap kegagalan dalam sistem menghancurkan tatanan ini. Dan sistem kekebalan sangat diperlukan.

Mungkinkah kita bertahan hidup kalau sistem pertahanan tidak ada? Atau, hidup macam apa yang akan kita jalani jika sistem ini gagal memenuhi sebagian fungsinya?

Tidak sukar memperkirakan jawabannya. Sejumlah contoh di dunia kedokteran memperjelas betapa pentingnya sistem kekebalan. Kisah pasien yang dikutip dalam banyak sumber terkait memperlihatkan betapa sulitnya hidup yang harus dijalani pada kasus adanya gangguan dalam sistem pertahanan. Begitu lahir, pasien ini langsung ditempatkan di sebuah tenda plastik steril. Tidak ada satu pun yang diperbolehkan
masuk. Pasien itu dilarang menyentuh manusia lainnya. Ketika dia tumbuh besar, dia ditempatkan di tenda plastik yang lebih besar. Untuk keluar dari tendanya, dia harus memakai seperangkat peralatan yang dirancang khusus mirip pakaian astronot.

Apa yang menghalangi pasien ini menjalani hidup normal seperti orang lain? Setelah lahir, sistem kekebalan pasien ini tidak berkembang normal. Tidak ada pasukan bersenjata di tubuhnya untuk melindunginya dari musuh. Dokter yang menangani anak itu sadar dengan apa yang bakal terjadi jika dia memasuki lingkungan normal. Dia akan segera menderita pilek, penyakit bersarang di tenggorokannya; walau diberi antibiotik dan perlakuan medis lainnya, dia akan menderita infeksi ini, infeksi itu. Tidak lama, perawatan medis akan kehilangan efek, berakibat pada kematian anak laki-laki itu.

Paling-paling anak laki-laki itu hanya akan bisa hidup beberapa bulan atau beberapa tahun di luar lingkungan yang aman tersebut. Maka dunia anak laki-laki itu selamanya dibatasi oleh dinding tenda plastiknya.
Setelah beberapa waktu, dokter dan keluarganya menempatkan anak itu di sebuah ruang yang betul-betul bebas hama yang dipersiapkan khusus di rumahnya. Akan tetapi, semua upaya ini tidak membuahkan hasil. Di awal umur belasan, anak itu meninggal ketika transplantasi tulang gagal.
Keluarganya, para dokter, staf rumah sakit tempat dia dirawat sebelumnya, serta perusahaan farmasi, telah berusaha semampu mereka untuk menjaga anak laki-laki tersebut bertahan hidup. Walaupun mutlak segalanya sudah diupayakan, dan tempat tinggal anak laki-laki itu selalu disuci-hamakan, kematiannya tidak dapat dicegah.

Akhir kisah ini memperlihatkan bahwa tidak mungkin bagi manusia untuk bertahan hidup tanpa adanya sistem kekebalan yang melindungi mereka dari mikroba. Hal ini membuktikan bahwa sistem kekebalan pastilah sudah ada lengkap dan menyeluruh sejak manusia pertama. Oleh karena itu, tidak masuk akal kalau sistem seperti itu berkembang secara bertahap dalam selang waktu yang sangat lama sebagaimana dinyatakan oleh teori evolusi. Manusia tanpa sistem kekebalan, atau dengan sistem kekebalan yang tidak berfungsi, akan segera meninggal seperti pada contoh kasus di atas. Karena itu, jauhi seks bebas dan penggunaan narkoba jarum suntik agar kita tidak terserang HIV, yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.

Sel/Mesin.

Sel adalah mesin yang sangat efisien menggunakan energi. Sel menggunakan molekul-molekul kecil yang disebut ATP untuk bahan bakar. Efisiensinya dalam pembakaran bahan bakar ini lebih besar dibanding mesin mana pun yang dikenal manusia. Di samping itu, sel-sel ini secara serentak mengerjakan berbagai tugas berbeda, yang tak mampu ditangani mesin mana pun yang dibuat manusia.

Tangan/eksavator (mesin penggali).

Tangan bekerja seperti pengungkit. Poros pendukungnya adalah siku, dan di sekelilingnya otot-otot mendukung gerakan melalui pengerutan dan istirahat. Eksavator juga bekerja dengan cara yang sama. Jika eksavator mengerahkan kekuatan yang sama pada semua ragam berat beban, otot-otot tangan justru dapat mengendalikan besarnya kekuataan yang diberikan.

Kerangka Tubuh/Rangka Mobil.

Ada dua akibat utama yang mungkin terjadi pada sistem apa pun yang menerima guncangan. Hal ini bisa menyebabkan lubang atau menyebabkan bagiannya patah. Rangka makhluk hidup dan rangka mobil telah dirancang untuk mengurangi guncangan pada tubuh. Namun, rangka mobil kemampuannya tidak seperti tulang yang dapat memperbaiki dirinya sendiri.

Mata/Kamera.

Retina mata adalah alat yang paling peka cahaya di antara seluruh zat. Berbagai jenis sel sensor telah dibuat dengan posisi terbaik untuk menangkap gambar dalam fotografi. Namun, mata justru secara otomatis menyesuaikan fokus dan penglihatan atas kekuatan cahaya luar. Oleh karena itu, mata jauh lebih unggul dari seluruh kamera. Mata makhluk hidup sangatlah peka terhadap cahaya, dan mudah rusak karenanya. Tapi kita masih mampu melihat matahari dan sekeliling kita dengan aman berkat sejumlah perangkat pelindung yang secara khusus diciptakan oleh Allah. Salah satu perangkat ini adalah sekumpulan molekul pigmen yang ada di mata.

Hidung dan Lidah

Struktur mengagumkan indera pengecap pun telah mengilhami banyak ilmuwan. Perangkat yang meniru fungsi lidah manusia telah dikembangkan, seperti lidah elektronik misalnya. Temuan ini membantu kita membedakan antara makanan segar dan lama, serta menemukan kebusukan pada makanan akibat pertumbuhan bakteri. Pada lidah buatan ini, sirkuit elektroniknya mempunyai 100 lubang teramat kecil, masing-masing dirancang menyerupai bintil pengecap pada lidah manusia. Tapi, dibandingkan dengan lidah manusia, lidah buatan ini merupakan alat pengecap yang sangat kuno. Lidah kita jauh lebih baik dibanding lidah elektronik, dan ini hanyalah menunjukkan betapa besar nikmat indera pengecap ini.

Hidung bekerja bagaikan laboratorium analisa kimia. Hidung teramat peka sehingga mampu mengenali hingga 10.000 bau yang berbeda. Yang sungguh menarik adalah kecepatan menakjubkan dari semua proses ini. Antara saat molekul kopi memasuki hidung kita hingga kita mengenali baunya hanya memerlukan waktu kurang dari sedetik.

Telinga/Hi-Fi Stereo.

Rambut yang sangat halus dalam telinga bagian dalam manusia mengubah suara menjadi sinyal-sinyal listrik seperti pada mikrofon. Telinga hanya bisa merasakan suara antara frekuensi 20 hingga 20.000 Hz. Spektrum ini paling tepat untuk manusia. Seandainya manusia mendapat spektrum yang lebih besar, kita akan dapat mendengar langkah-langkah kaki semut hingga suara frekuensi tinggi di atmosfer. Keadaan ini tidak akan nyaman bagi manusia sama sekali, karena terusmenerusnya kebisingan.

Jantung/Sistem Pompa.

Jantung mulai berdetak dalam rahim ibu dan terus berdetak pada tingkat yang beragam, 70-200 kali per menit tanpa istirahat sepanjang hidup. Selama tiap detakan, jantung bisa istirahat sekitar setengah detik. Jantung berdetak sekitar 10.000 kali sehari. Jantung milik manusia seberat 132 pon (60 kilogram) memompa sekitar 1,7 galon (6,5 liter) darah setiap hari. Seumur hidup, jantung memompa cukup darah untuk mengisi 500 kolam renang dengan isi 300 kubik meter. Pompa-pompa buatan tidak pernah bisa bekerja begitu lama tanpa perbaikan menyeluruh.

Steven Vogel, seorang perekayasa dari Duke University di Amerika, menyatakan bahwa jantung manusia takkan pernah dapat ditiru:

”Ini karena mesin yang kita punyai, berapa pun keluaran tenaga atau daya-kerjanya, bekerja dengan sangat berbeda… Otot (jantung) adalah mesin yang lembut, basah, selalu mengembang dan mengerut; dan itu sungguh tidak mirip dengan apa pun yang ada dalam perbendaharaan teknologi kita. Jadi, Anda takkan mampu meniru sebuah jantung. (Robert Kunzig, “The Beat Goes On,” Discover, Januari 2000)

Singkatnya, dengan semua teknologinya, manusia takkan pernah mampu membuat jantung. Mereka yang menyatakan bahwa jantung dan keseluruhan tubuh yang melingkupinya ada tanpa melalui penciptaan sengaja, jelas telah melakukan kesalahan besar. Allah memerintahkan kita untuk merenungkan bukti-bukti penciptaan, dan bersyukur kepadaNya:

Ginjal/Sistem Pengolahan Limbah.

Ginjal manusia menyaring sekitar 37 galon (140 liter) darah setiap hari, melalui satu juta unit penyaringan kecil yang disebut nefron, dan terus berlanjut hingga sekitar delapan puluh tahun tanpa istirahat. Pusat pengolahan limbah yang dirancang untuk limbah industri bisa menangani jumlah yang jauh lebih besar, tapi usianya sangat pendek. Lebih lanjut, campuran kimiawi zat yang disaringnya jauh lebih sederhana jika dibandingkan dengan darah. Ginjal jauh lebih rumit dan efisien dibanding tempat -tempat pengolahan limbah mana pun.

Ingatlah, narkoba dapat menghancurkan organ-organ tubuh kita. Karena itu, sayangi diri sendiri, jauhi narkoba2.
16.13 | 0 komentar | Read More

Ciri Orang-orang yang Mudah Terjerat Narkoba

Agama mengajarkan pola hidup sehat, memberikan solusi untuk seluruh masalah, menganjurkan untuk menjaga diri sendiri dan lingkungan hidup yang jika dipahami, dikhayati, dan diamalkan secara sempurna, akan menuntun seseorang menuju hidup bebas Narkoba.

(Prof. DR. Zakiah Daradjat dalam bukunya yang berjudul ‘ilmu jiwa Agama’, menulis : “Masalah pokok yang sangat menonjol dewasa ini, adalah kaburnya nilai-nilai di mata generasi muda. Mereka dihadapkan kepada berbagai kontradiksi dan aneka ragam pengalaman moral, yang menyebabkan mereka bingung untuk memilih mana yang baik untuk mereka. hal ini nampak jelas pada mereka yang sedang berada pada usia remaja, terutama pada mereka yang hidup di kota-kota besar Indonesia, yang mencoba mengembangkan diri ke arah kehidupan yang disangka maju dan modern, di mana berkecamuk aneka ragam kebudayaan asing yang masuk seolah-olah tanpa saringan.
 
Sikap orang dewasa yang mengejar kemajuan lahiriyah tanpa mengindahkan nilai-nilai moral yang bersumber kepada agama yang dianutnya, menyebabkan generasi muda kebingungan bergaul karena apa yang dipelajarinya di sekolah bertentangan dengan apa yang dialaminya dalam masyarakat, bahkan mungkin bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri di rumah. Kontradiksi yang terdapat dalam kehidupan generasi muda itu, menghambat pembinaan moralnya. Karena pembinaan moral itu terjalin dalam pembinaan pribadinya. Apabila faktor-faktor dan unsur-unsur yang membina itu bertentangan antara satu sama lain, maka akan goncanglah jiwa yang dibina terutama mereka yang sedang mengalami pertumbuhan dan perubahan cepat, yaitu pada usia remaja.
 
Kegoncangan jiwa, akibat kehilangan pegangan itu telah menimbulkan berbagai ekses, misalnya kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika, dan sebagainya. Dalam pengalaman kami menghadapi remaja yang oleh orang tua dan gurunya dianggap nakal (memang kelakuannya nakal, misalnya tidak mau belajar, menentang orang tua, mengganggu keamanan, merusak, dan sebagainya) dan mereka yang telah menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika, terasa sekali bahwa yang terjadi sebenarnya adalah kegoncangan jiwa akibat tidak adanya pegangan dalam hidupnya.)

 2. Memiliki keyakinan Adiktif

Keyakinan adalah hal-hal yang diyakini seseorang dan dianggap benar, mengenai diri sendiri, orang lain dan dunia sekitarnya, yang mempengaruhi perasaan dan perilakunya sehari-hari. Keyakinan Adiktif adalah keyakinan yang menjadikan orang itu rentan terhadap kecanduan Narkoba. Misalnya :
  • Saya harus sempurna dan tampil sempurna
  • Saya harus menguasai dan mengendalikan orang lain
  • Saya harus memperoleh apa yang saya inginkan
  • Hidup harus bebas dari rasa sakit atau penderitaan
  • Saya ingin segalanya terjadi sesuai keinginan saya
  • Semua orang harus peduli dan mengerti terhadap saya
  • Saya ingin hidup ini bebas aturan
Dalam kenyataan, hal itu tidak mungkin tercapai. Oleh karena itu orang tersebut lalu mengembangkan keyakinan lain seperti :
  • Saya tidak pernah cukup puas (saya tidak berharga)
  • Saya tidak mampu mempengaruhi lingkungan saya
  • Narkoba atau sesuatu lainnya di luar saya memberi saya kekuatan yang saya inginkan
  • Takut mengakui perasaannya
  • Citra diri dan penampilan adalah segalanya

3. Kepribadian Adiktif

Kepribadian Adiktif adalah jati diri seseorang, yaitu pikiran, perasaan dan kemauan yang ditampilkan dalam perilakunya sehari-hari. Kepribadian yang menunjukkan bahwa orang itu rentan terhadap kecanduan Narkoba.


(Nilai-nilai moral yang akan diambilnya menjadi pegangan, terasa kabur, terutama mereka yang hidup di kota besar dari keluarga yang kurang mengindahkan ajaran agama dan tidak memperhatikan pendidikan agama bagi anak-anaknya. Seandainya keadaan ini dibiarkan berjalan dan berkembang , maka pembangunan bangsa kita akan terganggu, bahkan mungkin akan gagal. Karena tujuan pembangunan kita adalah untuk mencapai kesejahteraan hidup yang seimbang antara kemakmuran lahiriyah dan kebahgiaan batin, atau dengan kata lain, sifat pembangunan negara kita adalah pembangunan yang seimbang antara jasmani dan rohani, antara materiil dan spirituil, antara kehidupan dunia dan akhirat.
 
Secara nasional bahayanya adalah menghambat tercapainya tujuan pembangunan dan secara pribadi atau masing-masing anggota masyarakat, mereka akan kehilangan kebahagiaan. Coba bayangkan, bagaimana perasaan orang tua, ketika melihat anaknya malas belajar, suka melawan, menentang dan nakal atau terganggu jiwa, tidakkah mereka akan sedih? Di samping itu remaja sendiri merasa hari depannya kabur, yang biasa mereka sebut dengan masa depan yang suram, karena mereka tahu bahwa apa yang yang terjadi pada diri mereka itu adalah yang merugikan, tapi mereka tidak mampu mencari jalan keluarnya, lalu mereka mengatasi perasaan yang tidak menyenangkan itu dengan mencari obat penenang yaitu mencari narkotika atau kelakuan nakal.)

Ciri kepribadian Adiktif, antara lain :

Pola pikir Adiktif 

· Selalu mencari persetujuan dan perhatian orang lain
· Tidak mampu mengambil keputusan sendiri
· Tidak mampu mengendalikan emosi
· Kebutuhan akan ketergantungan pada sesuatu
· Banyak berkhayal

 Perasaan Adiktif


· Batin terasa hampa
· Hidup tanpa makna dan tujuan
· Perasaan sedih
· Perasaan beku atau hambar
· Takut mengambil suatu resiko

Perilaku Adiktif 

· Kurang memiliki jati diri
· Kesulitan berhubungan dengan figure / orang / tokoh yang berkuasa atau berwenang
· Cenderung menyalahkan orang lain
· Kurang mapu mengatasi suatu masalah
· Kebutuhan akan pemuasan yang bersifat segera


4. Ketidakmampuan menghadapi masalah :
 
Orang yang tidak berlatih menghadapi masalah dan menyelesaikannya dengan baik dan benar cenderung mudah mengalami kebingungan dan frustasi. Ia lebih suka mencari penyelesaian yang bersifat seketika dan langsung memuaskannya.

5. Tak terpenuhinya kebutuhan Emosional, Sosial, & Spiritual :

Setiap orang membutuhkan perasan diterima oleh lingkungan terdekat terutama keluarga14, di sekolah dan diantara temantemannya, rasa aman, rasa dihargai, dan dicintai.

(Dr. A. Supratiknya menulis dalam bukunya yang berjudul ‘Mengenal Perilaku Abnormal’ : “yang dimaksud dengan hubungan orang tua – Anak yang patogenik adalah hubungan tidak serasi, dalam hal ini antara orang tua dan anak, yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak. Menurut Coleman, Butcher dan Carson (1980), ada tujuh macam pola hubungan orang tua –anak yang patogenik :
1) Penolakan. Bentuk-bentuknya antara lain : menelantarkan secara fisik, tidak menunjukkan cinta dan kasih sayang, tak menunjukkan perhatian pada minat dan prestasi anak, menghukum secara kejam dan sewenang-wenang, tak meluangkan waktu bersama anak, tak menghargai hak dan perasaan anak; memperlakukan atau menyiksa anak secara kejam.
2) Overproteksi dan sikap serba mengekang. Bentuknya antara lain mengawasi anak secara berlebihan, melindunginya dari segala risiko, menyediakan berbagai kemudahan hidup secara berlebihan, mengambilkan segala keputusan bagi anak, menerapkan aturan-aturan yang ketat, sehingga membatasi otonomi dan kebebasan anak.
3) Menuntut secara tidak realistik. Memaksa anak agar memenuhi standar yang sangat tinggi dalam segala hal, sehingga menimbulkan rasa tak mampu anak.
4) Bersikap terlalu lunak pada anak (over-permissive) dan memanjakan. Perlakuan ini dapat menjadikan anak egois, serba menuntut, dan sebagainya.
5) Disiplin yang salah. Artinya, penanaman disiplin yang terlalu keras atau terlalu longgar oleh orang tua. Sesungguhnya, yang penting adalah memberikan ramburambu dan bimbingan sehingga anak tahu apa yang dianggap baik atau buruk serta apa yang diharapkan atau tidak diharapkan darinya.
6) Komunikasi yang kurang atau komunikasi yang irasional. Mungkin orang tua terlalu sibuk sehingga kurang menyediakan kesempatan untuk berkomunikasi dengan anak. Atau tersedia cukup kesempatan untuk berkomunikasi, namun pesan-pesan saling disalahtafsirkan karena disampaikan secara tidak jelas, dengan cara pesan verbal dan pesan nonverbal saling bertentangan, atau dari pihak orang tua dengan cara melecehkan pendapat anak. Situasi komunikasi di mana terjadi ketidakcocokan antara kata dan perbuatan dalam menyampaikan suatu pesan oleh Bateson (1960) disebut ‘double bind’ atau pesan gAnda.
7) Teladan buruk dari pihak orang tua. Orang tua memberikan teladan yang tidak baik kepada anak, misalnya ayah pemabuk, berperangai buruk, pemarah dan kalau marah suka mengeluarkan kata-kata kotor, bersifat kejam dan senang memukul istri (‘wife batterer’) maupun anak; sedangkan ibu kurang setia menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga, senang keluar rumah, dan sebagainya. Semua itu dapat menjadi persemaian bagus untuk melahirkan anak-anak yang bermasalah. – tambahan dari Penyusun.)

6. Kurangnya dukungan Sosial :  
Dukungan sosial sangat dibutuhkan seseorang dalam menghadapi masalah, terutama dukungan dari keluarga, teman sebaya dan masyarakat.

7. Tidak dapat menghadapi kenyataan :
 
Orang harus berlatih untuk dapat menerima kenyataan akan dirinya sendiri, baik kelebihan maupun kekurangannya. Juga harus belajar menerima kenyataan lingkungan sekitarnya dan tidak selalu mencari kambing hitam untuk dipersalahkan sebagai penyebab kegagalannya. Orang harus mengambil tanggung jawab atas kehidupannya sendiri.
 
Lebih lanjut, di bawah ini akan ditulis beberapa ciri-ciri kepribadian - terutama pada remaja - yang rentan terhadap penyalahgunaan Narkoba.
 
1. Perasaan rendah diri (inferiority complex)
2. Mudah kecewa.
3. Cenderung agresif dan destruktif.
4. Tidak mampu bersabar.
5. Suka akan sensasi.
6. Mengidap perasaan tertekan, murung, dan tidak mampu menjalankan fungsi sosial.
7. Cepat bosan.
8. Menderita gangguan psikoseksual, gagal mengembangkan identifikasi sesual yang tepat. Pemalu, takut mendekati dan didekati oleh lawan jenis.
9. Menderita keterbelakangan mental.
10. Kurang mempunyai motivasi untuk berprestasi.
11. Prestasi belajar cenderung menurun dan selalu rendah.
12. Kurang / tidak melibatkan diri dalam kegiatan ekstrakurikuler.
13. Cenderung mengidap gangguan jiwa : kecemasan, obsesi, apatis, depresi, menarik diri dari pergaulan, tidak mampu mengatasi stres, atau hiperaktif.
14. Cenderung tidak mematuhi peraturan.
15. Cenderung berperilaku menyimpang : melakukan hubungan seksual di luar nikah, membolos, agresif, anti sosial, mencuri, berbohong, berbuat kenakalan pada usia sangat dini.
16. Tidak senang berolahraga.
17. Cenderung makan berlebihan.
18. Mempunyai persepsi bahwa keluarganya tidak menyayanginya / tidak harmonis.
19. Mempunyai kebiasaan merokok sejak usia dini.
20. Suka bergaul dengan orang-orang yang menjadi pemabuk, penyalahguna Narkoba, atau pengedar Narkoba.
21. Suka berkunjung ke tempat hiburan.
22. Berasal dari dan berada dalam lingkungan keluarga yang kurang religius

(Johanes Lim, Ph.D, Menulis dalam NO PAIN NO GAIN ‘Metode sukses pribadi dalam studi, karier dan bisnis’ : “Seleksilah teman pergaulan Anda dengan saksama. Jangan bergaul dengan orang yang tidak punya tujuan hidup yang jelas, karena cenderung malas, hura-hura, dan pembolos. Lebih baik Anda tidak mempunyai teman daripada mempunyai teman yang buruk, malas, bodoh, apalagi jahat. Jika ada teman Anda yang membujuk, atau ‘memanas-manasi’ agar Anda turut melakukan perbuatan tercela (dan merugikan), misalnya dengan berkata, “Ayo cobalah merokok dan minum alkohol supaya kamu nampak dewasa, elit, kosmo, dan tidak kampungan!” janganlah Anda turuti! Bahkan sekalipun mereka mengata-ngatai Anda dengan ucapan pedas, seperti “Masak merokok dan minum saja tidak berani? Apakah kamu Banci?! Jangan Anda gubris olok-olok mereka, dan segera menjauhlah dari teman-teman seperti itu, karena berbahaya!) 

TAHAP-TAHAP PERUBAHAN

Memotivasi individu yang mengalami ketergantungan pada Narkoba untuk menghentikan pola penggunaan zatnya bukanlah hal yang mudah. Prochaska & Diclemente (dalam Bennet. 1998) mengatakan bahwa ada tahap-tahap perubahan yang dialami oleh seorang Pecandu Narkoba yang mempengaruhi proses pemulihannya.
 
Penjelasan tahap perubahan tersebut sebagai berikut :
  1. Precontemplation adalah tahap di mana Pecandu umumnya belum mau mengakui bahwa perilaku penggunaan Narkoba merugikan diri sendiri, keluarga dan lingkungannya. pada tahap ini seorang Pecandu akan menampilkan mekanisme pertahanan diri agar mereka dapat mempertahankan pola ketergantungannya. Jenis mekanisme pertahanan diri paling sering muncul adalah penyangkalan (denial) dimana pecandu selalu ‘mengelak’ atas kenyataan-kenyataan negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan Narkoba. Jenis mekanisme pertahanan diri yang lain adalah mencari pembenaran (rasionalisasi), dimana pecandu akan selalu berdalih untuk melindungi perilaku ketergantungannya.
  2. Contemplation adalah tahap dimana pecandu mulai menyadari bahwa perilaku penggunaan Narkoba merugikan diri sendiri, keluarga dan lingkungannya, tetapi sering merasa ragu-ragu (ambivalen) untuk menjalani proses pemulihan. Proses wawancara motivasional sangat menentukan apakah pecandu kembali pada tahap precontemplation di atas atau justru semakin termotivasi untuk pulih.
  3. Preparation adalah tahap dimana individu mempersiapkan diri untuk berhenti dari pola penggunaan zatnya. Umumnya yang bersangkutan mulai mengubah pola pikirnya yang dianggap dapat membantu usahanya untuk dapat bebas dari Narkoba.
  4. Action adalah tahap dimana seorang pecandu dengan kesadaran sendiri mencari pertolongan untuk membantu pemulihannya 
  5. Maintenance adalah tahap dimana seorang pecandu berusaha untuk mempertahankan keadaan bebas Narkoba (abstinensia)
  6. Relapse adalah tahap dimana seorang pecandu kembali pada pola perilaku penggunaan Narkoba yang lama sesudah ia mengalami keadaan bebas Narkoba.
(Pertama, jika Anda menuruti tantangan mereka untuk merokok dan minum alkohol, maka tahap selanjutnya mereka akan menantang Anda lagi untuk mengganja, lalu minum pil koplo. Kemudian mungkin mereka akan menjerumuskan Anda menjadi pecandu heroin. Dan jika Anda tidak punya uang untuk membiayai rasa ketagihan Anda, maka Anda akan menjadi kriminal, apakah mencuri, merampok atau menjadi pengedar obat terlarang!
Kedua, reputasi, prestasi, dan masa depan Anda akan hancur berantakan! Pada waktu itu, menyesal pun sudah percuma, karena ibaratnya, nasi sudah menjadi bubur! 
Ketiga, biasanya teman-teman yang membujuk untuk melakukan perilaku yang buruk seperti itu adalah orang-orang yang berperilaku negatif, rendah diri, bodoh, malas, degil, dan jahat, jauhilah mereka! mereka iri terhadap prestasi dan reputasi Anda. Dan karena mereka tidak bisa mendapatkannya, mereka pun tidak ingin Anda memilikinya, dan
berupaya menghancurkan masa depan Anda, sama seperti masa depan mereka yang telah hancur! Saya tegaskan, hindari pergaulan yang buruk!” – tambahan dari Penyusun.
Dalam bukunya yang berjudul ‘Mengenal Perilaku abnormal’, Dr. A. Sutiknya, menulis : Struktur keluarga yang patogenik. Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi yang berlangsung di antara para anggotanya. Struktur keluarga tertentu melahirkan pola komunikasi yang kurang sehat, dan selanjutnya berpengaruh terhadap munculnya gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Ada setidaknya empat macam struktur keluarga yang dapat melahirkan gangguan pada para anggotanya :
1) Keluarga tidak becus, yakni keluarga yang tidak mampu mengatasi problem sehari-hari dalam kehidupan keluarga karena berbagai macam sebab : tidak memiliki cukup sumber atau karena orang tua tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan secukupnya.
2) Keluarga yang antisosial. Yakni keluarga yang menganut nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat luas. Misalnya, orang tua memiliki kebiasaan berperilaku yang sesungguhnya melanggar hukum, seperti mencuri aliran listrik dengan cara menggantol, suka meminjam uang atau barang kepada orang lain dan tidak mengembalikan, suka mengambil barang-barang yang merupakan fasilitas umum, dan sebagainya.
3) Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah. Dalam keluarga yang tidak akur, ayah dan ibu cekcok melulu. Dalam keluarga yang bermasalah, salah satu dari kedua orang tua atau anggota keluarga lainnya berperilaku abnormal. Misal, ayah atau ibu atau salah seorang anak menderita gangguan mental tertentu.
4) Keluarga yang tidak utuh, yakni keluarga di mana ayah atau ibu tidak ada di rumah, entah karena sudah meninggal atau karena sebab lain, seperti perceraian, ayah memiliki dua istri, ayah bertugas di kota lain, dan sebagainya.)
 
Sumber: http://kliniknarkoba.blogspot.com/ 
16.10 | 0 komentar | Read More

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009

Jumat, 27 Mei 2011 on 19.50

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 35 TAHUN 2009

TENTANG

NARKOTIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.                  bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan secara terus-menerus, termasuk derajat kesehatannya;
b.                  bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c.                  bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama;
d.                  bahwa mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menggunakan Narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotika karena sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara serta ketahanan nasional Indonesia;
e.                  bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika  sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang  berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana tersebut;
f.                     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Narkotika;

Mengingat :

1.                  Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.                  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3085);
3.                  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Trafficin Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3673);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :           UNDANG-UNDANG TENTANG NARKOTIKA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.                  Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
2.                  Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
3.                  Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau nonekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia atau gabungannya, termasuk mengemas dan/atau mengubah bentuk Narkotika.
4.                  Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika dan Prekursor Narkotika ke dalam Daerah Pabean.
5.                  Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika dan Prekursor Narkotika dari Daerah Pabean.
6.                  Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.
7.                  Surat Persetujuan Impor adalah surat persetujuan untuk mengimpor Narkotika dan Prekursor Narkotika.
8.                  Surat Persetujuan Ekspor adalah surat persetujuan untuk mengekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika.
9.                  Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan memindahkan Narkotika dari satu tempat ke tempat lain dengan cara, moda, atau sarana angkutan apa pun.
10.             Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran sediaan farmasi, termasuk Narkotika dan alat kesehatan.
11.             Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk Narkotika.
12.             Transito Narkotika adalah pengangkutan Narkotika dari suatu negara ke negara lain dengan melalui dan singgah di wilayah Negara Republik Indonesia yang terdapat kantor pabean dengan atau tanpa berganti sarana angkutan.
13.             Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
14.             Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
15.             Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.
16.             Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.
17.             Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
18.             Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidana Narkotika.
19.             Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon dan/atau alat komunikasi elektronik lainnya.
20.             Kejahatan Terorganisasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur yang terdiri atas 3 (tiga) orang atau lebih yang telah ada untuk suatu waktu tertentu dan bertindak bersama dengan tujuan melakukan suatu tindak pidana Narkotika.
21.             Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
22.             Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

BAB II
DASAR, ASAS, DAN TUJUAN

Pasal 2
Undang-Undang tentang Narkotika berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3

Undang-Undang tentang Narkotika diselenggarakan berasaskan:
a.         keadilan;
b.         pengayoman;
c.         kemanusiaan;
d.         ketertiban;
e.         perlindungan;
f.          keamanan;
g.         nilai-nilai ilmiah; dan
h.         kepastian hukum.

Pasal 4

Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:
a.                  menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b.                  mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika;
c.                  memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
d.                  menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.

BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 5

Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 6

1)                 Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam:
a.      Narkotika Golongan I;
b.      Narkotika Golongan II; dan
c.      Narkotika Golongan III.
2)                 Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
3)                 Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 7

Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 8

1)                 Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
2)                 Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

BAB IV
PENGADAAN
Bagian Kesatu
Rencana Kebutuhan Tahunan

Pasal 9

1)                 Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2)                 Untuk keperluan ketersediaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun rencana kebutuhan tahunan Narkotika.
3)                 Rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan data pencatatan dan pelaporan rencana dan realisasi produksi tahunan yang diaudit secara komprehensif dan menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan Narkotika secara nasional.
4)                 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 10
1)                 Narkotika untuk kebutuhan dalam negeri diperoleh dari impor, produksi dalam negeri, dan/atau sumber lain dengan berpedoman pada rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3).
2)                 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan kebutuhan Narkotika dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Produksi
Pasal 11
1)                 Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
2)                 Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
3)                 Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
4)                 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
5)                 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 12

1)                 Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2)                 Pengawasan produksi Narkotika Golongan I untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
3)                 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan produksi dan/atau penggunaan dalam produksi dengan jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Narkotika untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pasal 13

1)                 Lembaga ilmu pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta dapat memperoleh, menanam, menyimpan, dan menggunakan Narkotika untuk kepentingan ilmu bpengetahuan dan teknologi setelah mendapatkan izin Menteri.
2)                 Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk mendapatkan izin dan penggunaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Penyimpanan dan Pelaporan
Pasal 14

1)                 Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus.
2)                 Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya.
3)                 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan secara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jangka waktu, bentuk, isi, dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
4)                 Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif oleh Menteri atas rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan berupa:
a.                  teguran;
b.                  peringatan;
c.                  denda administratif;
d.                  penghentian sementara kegiatan; atau
e.                  pencabutan izin.

BAB V
IMPOR DAN EKSPOR
Bagian Kesatu
Izin Khusus dan Surat Persetujuan Impor

Pasal 15
1)                 Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan untuk melaksanakan impor Narkotika.
2)                 Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari perusahaan milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan impor Narkotika.

Pasal 16
1)                 Importir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Impor dari Menteri untuk setiap kali melakukan impor Narkotika.
2)                 Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil audit Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap rencana kebutuhan dan realisasi produksi dan/atau penggunaan Narkotika.
3)                 Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam jumlah yang sangat terbatas hanya dapat diberikan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4)                 Surat Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pemerintah negara pengekspor.

Pasal 17
Pelaksanaan impor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengekspor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Negara pengekspor.

Bagian Kedua
Izin Khusus dan Surat Persetujuan Ekspor
Pasal 18
1)                 Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan untuk melaksanakan ekspor Narkotika.
2)                 Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari perusahaan milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan ekspor Narkotika.

Pasal 19
1)                 Eksportir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Ekspor dari Menteri untuk setiap kali melakukan ekspor Narkotika.
2)                 Untuk memperoleh Surat Persetujuan Ekspor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harus melampirkan surat persetujuan dari negara pengimpor.

Pasal 20
Pelaksanaan ekspor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengimpor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Negara pengimpor.

Pasal 21
Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika hanya dilakukan melalui kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri.

Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperoleh Surat Persetujuan Impor dan Surat Persetujuan bEkspor diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Pengangkutan
Pasal 23
Ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengangkutan barang tetap berlaku bagi pengangkutan Narkotika, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini atau diatur kemudian berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 24
1)                 Setiap pengangkutan impor Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di negara pengekspor dan Surat Persetujuan Impor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri.
2)                 Setiap pengangkutan ekspor Narkotika wajib dilengkapi dengan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri dan dokumen atau surat persetujuan impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Negara pengimpor.

Pasal 25
Penanggung jawab pengangkut impor Narkotika yang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan Surat Persetujuan Impor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor.

Pasal 26
1)                 Eksportir Narkotika wajib memberikan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Negara pengimpor kepada orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkutan ekspor.
2)                 Orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkutan ekspor wajib memberikan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Negara pengimpor kepada penanggung jawab pengangkut.
3)                 Penanggung jawab pengangkut ekspor Narkotika wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor.

Pasal 27
1)                 Narkotika yang diangkut harus disimpan pada kesempatan pertama dalam kemasan khusus atau di tempat yang aman di dalam kapal dengan disegel oleh nakhoda dengan disaksikan oleh pengirim.
2)                 Nakhoda membuat berita acara tentang muatan Narkotika yang diangkut.
3)                 Nakhoda dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah tiba di pelabuhan tujuan wajib melaporkan Narkotika yang dimuat dalam kapalnya kepada kepala kantor pabean setempat.
4)                 Pembongkaran muatan Narkotika dilakukan dalam kesempatan pertama oleh nakhoda dengan disaksikan oleh pejabat bea dan cukai.
5)                 Nakhoda yang mengetahui adanya Narkotika tanpa dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor atau Surat Persetujuan Impor di dalam kapal wajib membuat berita acara, melakukan tindakan pengamanan, dan pada persinggahan pelabuhan pertama segera melaporkan dan menyerahkan Narkotika tersebut kepada pihak yang berwenang.

Pasal 28
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 berlaku pula bagi kapten penerbang untuk pengangkutan udara.

Bagian Keempat
Transito
Pasal 29
1)                 Transito Narkotika harus dilengkapi dengan dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika yang sah dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah dari pemerintah negara pengimpor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengekspor dan pengimpor.
2)                 Dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang:
a.      nama dan alamat pengekspor dan pengimpor Narkotika;
b.      jenis, bentuk, dan jumlah Narkotika; dan
c.      negara tujuan ekspor Narkotika.

Pasal 30
Setiap terjadi perubahan negara tujuan ekspor Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan setelah adanya
persetujuan dari:
a.                  pemerintah negara pengekspor Narkotika;
b.                  pemerintah negara pengimpor Narkotika; dan
c.                  pemerintah negara tujuan perubahan ekspor Narkotika.

Pasal 31
Pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan terhadap kemasan asli Narkotika yang mengalami kerusakan dan harus dilakukan di bawah tanggung jawab pengawasan pejabat Bea dan Cukai dan petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Transito Narkotika diatur dengan  Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima
Pemeriksaan

Pasal 33
Pemerintah melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dokumen impor, ekspor, dan/atau Transito Narkotika.

Pasal 34
1)                 Importir Narkotika dalam memeriksa Narkotika yang diimpornya disaksikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dan wajib melaporkan hasilnya kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanya impor Narkotika di perusahaan.
2)                 Berdasarkan hasil laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menyampaikan hasil penerimaan impor Narkotika kepada pemerintah negara pengekspor.

BAB VI
PEREDARAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 35
Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 36
1)                 Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.
2)                 Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perizinan peredaran Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
3)                 Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obatdan Makanan.
4)                 Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pendaftaran Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 37
Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 38
Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.


Bagian Kedua
Penyaluran
Pasal 39
1)                 Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
2)                 Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.

Pasal 40
1)                 Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a.                  pedagang besar farmasi tertentu;
b.                  apotek;
c.                  sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan
d.                  rumah sakit.
2)                 Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a.                  pedagang besar farmasi tertentu lainnya;
b.                  apotek;
c.                  sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu;
d.                  rumah sakit; dan
e.                  lembaga ilmu pengetahuan.
3)                 Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a.                  rumah sakit pemerintah;
b.                  pusat kesehatan masyarakat; dan
c.                  balai pengobatan pemerintah tertentu.

Pasal 41
Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyaluran Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Penyerahan
Pasal 43
1)                 Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh:
a.                  apotek;
b.                  rumah sakit;
c.                  pusat kesehatan masyarakat;
d.                  balai pengobatan; dan
e.                  dokter.
2)                 Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada:
a.                  rumah sakit;
b.                  pusat kesehatan masyarakat;
c.                  apotek lainnya;
d.                  balai pengobatan;
e.                  dokter; dan
f.                     pasien.
3)                 Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
4)                 Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:
a.                  menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
b.                  menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; atau
c.                  menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
5)                 Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.

Pasal 44
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VII
LABEL DAN PUBLIKASI
Pasal 45
1)                 Industri Farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan Narkotika, baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku Narkotika.
2)                 Label pada kemasan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan dan gambar, atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan ke dalam kemasan, ditempelkan, atau merupakan bagian dari wadah, dan/atau kemasannya.
3)                 Setiap keterangan yang dicantumkan dalam label pada kemasan Narkotika harus lengkap dan tidak menyesatkan.

Pasal 46
Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi.

Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pencantuman label dan publikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 46 diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VIII
PREKURSOR NARKOTIKA
Bagian Kesatu
Tujuan Pengaturan
Pasal 48
Pengaturan prekursor dalam Undang-Undang ini bertujuan:
a.                  melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor Narkotika;
b.                  mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor Narkotika; dan
c.                  mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor Narkotika.

Bagian Kedua
Penggolongan dan Jenis Prekursor Narkotika
Pasal 49
1)                 Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam Prekursor Tabel I dan Prekursor Tabel II dalam Lampiran Undang-Undang ini.
2)                 Penggolongan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dan merupakan bagian tak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
3)                 Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.
Bagian Ketiga
Rencana Kebutuhan Tahunan
Pasal 50
1)                 Pemerintah menyusun rencana kebutuhan tahunan Prekursor Narkotika untuk kepentingan industri farmasi, industri nonfarmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2)                 Rencana kebutuhan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan jumlah persediaan, perkiraan kebutuhan, dan penggunaan Prekursor Narkotika secara nasional.
3)                 Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyusunan rencana kebutuhan tahunan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasidengan menteri terkait.
4)                  
Bagian Keempat
Pengadaan
Pasal 51
1)                 Pengadaan Prekursor Narkotika dilakukan melalui produksi dan impor.
2)                 Pengadaan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk tujuan industri farmasi, industri nonfarmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 52
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi, impor, ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan Prekursor Narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX
PENGOBATAN DAN REHABILITASI
Bagian Kesatu
Pengobatan
Pasal 53
1)                 Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2)                 Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa Narkotika untuk dirinya sendiri.
3)                 Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan  perundangundangan.

Bagian Kedua
Rehabilitasi
Pasal 54
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.


Pasal 55
1)                 Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
2)                 Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
3)                 Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 56
1)                 Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri.
2)                 Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis Pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.

Pasal 57
Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.


Pasal 58
Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat.

Pasal 59
1)                 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Menteri.
2)                 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 60
1)                 Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika.
2)                 Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya:
a.                  memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b.                  mencegah penyalahgunaan Narkotika;
c.                  mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan Narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan Narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas;
d.                  mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan; dan
e.                  meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi Pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.

Pasal 61
(1)       Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan Narkotika.
(2)       Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.         Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b.         alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c.         evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diedarkan;
d.         produksi;
e.         impor dan ekspor;
f.          peredaran;
g.         pelabelan;
h.         informasi; dan
i.          penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 63
Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain dan/atau badan internasional secara bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika sesuai dengan kepentingan nasional.

BAB XI
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Bagian Kesatu
Kedudukan dan Tempat Kedudukan
Pasal 64
(1)       Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN.
(2)       BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 65
(1)       BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
(2)       BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
(3)       BNN provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan BNN kabupaten/kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.

Pasal 66
BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) merupakan instansi vertikal.

Pasal 67
(1)       BNN dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh seorang sekretaris utama dan beberapa deputi.
(2)       Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membidangi urusan:
a.         bidang pencegahan;
b.         bidang pemberantasan;
c.         bidang rehabilitasi;
d.         bidang hukum dan kerja sama; dan
e.         bidang pemberdayaan masyarakat.
(3)       Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan tata kerja BNN diatur dengan Peraturan Presiden.

Bagian Kedua
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 68
(1)       Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(2)       Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 69
Untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN, seorang calon harus memenuhi syarat:
a.         warga negara Republik Indonesia;
b.         bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.         sehat jasmani dan rohani;
d.         berijazah paling rendah strata 1 (satu);
e.         berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun dalam penegakan hukum dan paling singkat 2 (dua) tahun dalam pemberantasan Narkotika;
f.          berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun;
g.         cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;
h.         tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
i.          tidak menjadi pengurus partai politik; dan
j.          bersedia melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lain selama menjabat kepala BNN.

Bagian Ketiga
Tugas dan Wewenang
Pasal 70
BNN mempunyai tugas:
a.         menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
b.         mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c.         berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
d.         meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;
e.         memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
f.          memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
g.         melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
h.         mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika;
i.          melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
j.          membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.

Pasal 71
Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 72
(1)       Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dilaksanakan oleh penyidik BNN.
(2)       Penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BNN.
(3)       Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala BNN.

XII
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 73
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang- Undang ini.
Pasal 74
(1)        Perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna penyelesaian secepatnya.
(2)       Proses pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika pada tingkat banding, tingkat kasasi, peninjauan kembali, dan eksekusi pidana mati, serta proses pemberian grasi, pelaksanaannya harus dipercepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 75
Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang:
a.         melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
b.         memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c.         memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;
d.         menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
e.         memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
f.          memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
g.         menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
h.         melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional;
i.          melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup;
j.          melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan;
k.         memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
l.          melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya;
m.        mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
n.         melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman;
o.         membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
p.         melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita;
q.         melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor Narkotika;
r.          meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
s.         menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 76
(1)       Pelaksanaan kewenangan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf g dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung sejak surat penangkapan diterima penyidik.
(2)       Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam.

Pasal 77
(1)       Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf I dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan diterima penyidik.
(2)       Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan.
(3)       Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.
(4)       Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 78
(1)       Dalam keadaan mendesak dan Penyidik harus melakukan penyadapan, penyadapan dapat dilakukan tanpa izin tertulis dari ketua pengadilan negeri lebih dahulu.
(2)       Dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam Penyidik wajib meminta izin tertulis kepada ketua pengadilan negeri mengenai penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 79
Teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf j dilakukan oleh Penyidik atas perintah tertulis dari pimpinan.

Pasal 80
Penyidik BNN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, juga berwenang:
a.         mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barang bukti, termasuk harta kekayaan yang disita kepada jaksa penuntut umum;
b.         memerintahkan kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika milik tersangka atau pihak lain yang terkait;
c.         untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa;
d.         untuk mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
e.         meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
f.          meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepada instansi terkait;
g.         menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau mencabut sementara izin, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang sedang diperiksa; dan
h.         meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum Negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri.

Pasal 81
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 82
(1)       Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika.
(2)       Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lingkungan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Narkotika dan Prekursor Narkotika berwenang:
a.         memeriksa kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya dugaan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
b.         memeriksa orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c.         meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
d.         memeriksa bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
e.         menyita bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
f.          memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang adanya dugaan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
g.         meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas penyidikan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
h.         menangkap orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 83
Penyidik dapat melakukan kerja sama untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 84
Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya.

Pasal 85
Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang- Undang tentang Hukum Acara Pidana.

Pasal 86
(1)       Penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.
(2)       Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.         informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
b.         data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1.         tulisan, suara, dan/atau gambar;
2.         peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau
3.         huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

Pasal 87
(1)       Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN yang melakukan penyitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, atau yang diduga Narkotika dan Prekursor Narkotika, atau yang mengandung Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib melakukan penyegelan dan membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan dilakukan, yang sekurang-kurangnya memuat:
a.         nama, jenis, sifat, dan jumlah;
b.         keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penyitaan;
c.         keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
d.         tanda tangan dan identitas lengkap penyidik yang melakukan penyitaan.
(2)       Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberitahukan penyitaan yang dilakukannya kepada kepala kejaksaan negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusannya disampaikan kepada ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 88
(1)       Penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang melakukan penyitaan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib membuat berita acara penyitaan dan menyerahkan barang sitaan tersebut beserta berita acaranya kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
(2)       Penyerahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari jika berkaitan dengan daerah yang sulit terjangkau karena faktor geografis atau transportasi.

Pasal 89
(1)       Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 bertanggung jawab atas penyimpanan dan pengamanan barang sitaan yang berada di bawah penguasaannya.
(2)       Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyimpanan, pengamanan, dan pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 90
(1)       Untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, penyidik BNN, dan penyidik pegawai negeri sipil menyisihkan sebagian kecil barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk dijadikan sampel guna pengujian di laboratorium tertentu dan dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan.
(2)       Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengujian sampel di laboratorium tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 91
(1)       Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan barang Narkotika dan Prekursor Narkotika dari penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari wajib menetapkan status barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika tersebut untuk kepentingan pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepentingan pendidikan dan pelatihan, dan/atau dimusnahkan.
(2)       Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang berada dalam penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari kepala kejaksaan negeri setempat.
(3)       Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkan berita acara tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
(4)       Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.
 (5)      Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 75 huruf k.
(6)       Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diserahkan kepada Menteri dan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak menerima penetapan dari kepala kejaksaan negeri setempat.
(7)       Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai penggunaan barang sitaan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.

Pasal 92
(1)       Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN wajib memusnahkan tanaman Narkotika yang ditemukan dalam waktu paling lama 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak saat ditemukan, setelah disisihkan sebagian kecil untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan dapat disisihkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.
(2)       Untuk tanaman Narkotika yang karena jumlahnya dan daerah yang sulit terjangkau karena faktor geografis atau transportasi, pemusnahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari.
(3)       Pemusnahan dan penyisihan sebagian tanaman Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a.         nama, jenis, sifat, dan jumlah;
b.         keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun ditemukan dan dilakukan pemusnahan;
c.         keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai tanaman Narkotika; dan
d.         tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat atau pihak terkait lainnya yang menyaksikan pemusnahan.
(4)       Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian.
(5)       Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan oleh Menteri dan Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(6)       Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan oleh BNN untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.

Pasal 93
Selain untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, dan Pasal 92 sebagian kecil Narkotika atau tanaman Narkotika yang disita dapat dikirimkan ke negara lain yang diduga sebagai asal Narkotika atau tanaman Narkotika tersebut untuk pemeriksaan laboratorium guna pengungkapan asal Narkotika atau tanaman Narkotika dan jaringan peredarannya berdasarkan perjanjian antarnegara atau berdasarkan asas timbal balik.

Pasal 94
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan dan pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 95
Proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tidak menunda atau menghalangi penyerahan barang sitaan menurut ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dan Pasal 91.

Pasal 96
(1)       Apabila berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terbukti bahwa barang sitaan yang telah dimusnahkan menurut ketentuan Pasal 91 diperoleh atau dimiliki secara sah, kepada pemilik barang yang bersangkutan diberikan ganti rugi oleh Pemerintah.
 (2)      Besaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pengadilan.

Pasal 97
Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak, dan setiap orang atau korporasi yang diketahuinya atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan tersangka atau terdakwa.

Pasal 98
Hakim berwenang meminta terdakwa membuktikan bahwa seluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak, dan setiap orang atau korporasi bukan berasal dari hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan terdakwa.

Pasal 99
(1)       Di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang sedang dalam pemeriksaan, dilarang menyebutkan nama dan alamat pelapor atau hal yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor.
(2)       Sebelum sidang dibuka, hakim mengingatkan saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat

Pasal 100
(1)       Saksi, pelapor, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika beserta keluarganya wajib diberi perlindungan oleh negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
(2)       Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perlindungan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 101
(1)       Narkotika, Prekursor Narkotika, dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika atau yang menyangkut Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasilnya dinyatakan dirampas untuk negara.
(2)       Dalam hal alat atau barang yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah milik pihak ketiga yang beritikad baik, pemilik dapat mengajukan keberatan terhadap perampasan tersebut kepada pengadilan yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pengumuman putusan pengadilan tingkat pertama.
(3)       Seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan:
a.         pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
b.         upaya rehabilitasi medis dan sosial.
(4)       Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan harta kekayaan atau aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 102
Perampasan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dapat dilakukan atas permintaan negara lain berdasarkan perjanjian antarnegara.

Pasal 103
(1)       Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:
a.         memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau
b.         menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
(2)       Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

BAB XIII
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 104
Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 105
Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 106
Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika diwujudkan dalam bentuk:
a.         mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
b.         memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c.         menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
d.         memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum atau BNN;
e.         memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan.

Pasal 107
Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 108
(1)       Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104, Pasal 105, dan Pasal 106 dapat dibentuk dalam suatu wadah yang dikoordinasi oleh BNN.
(2)       Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala BNN.

BAB XIV
PENGHARGAAN

Pasal 109
Pemerintah memberikan penghargaan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 110
Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

BAB XV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 111
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2)       Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 112
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2)       Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidanan denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 113
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)       Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 114
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)       Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 115
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2)       Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 116
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)       Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 117
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2)       Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 118
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2)       Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 119
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
 (2)      Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 120
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2)       Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 121
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2)       Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 122
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2)       Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 123
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2)       Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 124
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2)       Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 125
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2)       Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 126
(1)       Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2)       Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 127
(1)       Setiap Penyalah Guna:
a.         Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b.         Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
c.         Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
(2)       Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.
(3)       Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 128
(1)       Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2)       Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak dituntut pidana.
(3)       Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana.
(4)       Rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 129
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:
a.         memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
b.         memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
c.         menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
d.         membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

Pasal 130
(1)       Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.
 (2)      Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a.         pencabutan izin usaha; dan/atau
b.         pencabutan status badan hukum.

Pasal 131
Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 132
(1)       Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.
(2)       Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan secara terorganisasi, pidana penjara dan pidana denda maksimumnya ditambah 1/3 (sepertiga).
(3)       Pemberatan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 133
(1)       Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115,Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
(2)       Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk menggunakan Narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 134
(1)       Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(2)       Keluarga dari Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkan Pecandu Narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Pasal 135
Pengurus Industri Farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Pasal 136
Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, baik berupa aset dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud serta barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika dirampas untuk negara.

Pasal 137
Setiap orang yang:
a.         menempatkan, membayarkan atau membelanjakan, menitipkan, menukarkan, menyembunyikan atau menyamarkan, menginvestasikan, menyimpan, menghibahkan, mewariskan, dan/atau mentransfer uang, harta, dan benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang berasal dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
b.         menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan, penitipan, penukaran, penyembunyian atau penyamaran investasi, simpanan atau transfer, hibah, waris, harta atau uang, benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang diketahuinya berasal dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 138
Setiap orang yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 139
Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 140
(1)       Penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dan Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)       Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 92 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 141
Kepala kejaksaan negeri yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 142
Petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 143
Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 144
(1)       Setiap orang yang dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 pidana maksimumnya ditambah dengan 1/3 (sepertiga).
(2)       Ancaman dengan tambahan 1/3 (sepertiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pelaku tindak pidana yang dijatuhi dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 145
Setiap orang yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 di luar wilayah Negara Republik Indonesia diberlakukan juga ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 146
(1)       Terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika dan telah menjalani pidananya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia.
(2)       Warga negara asing yang telah diusir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia.
(3)       Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia.
Pasal 147
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bagi:
a.         pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan;
b.         pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman Narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;
c.         pimpinan Industri Farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan; atau
d.         pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.

148
Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar.

BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 149
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.         Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika provinsi, dan Badan Narkotika kabupaten/kota, dinyatakan sebagai BNN, BNN provinsi, dan BNN kabupaten/kota berdasarkan Undang - Undang ini;
b.         Kepala Pelaksana Harian BNN untuk pertama kali ditetapkan sebagai Kepala BNN berdasarkan Undang - Undang ini;
c.         Pejabat dan pegawai di lingkungan Badan Narkotika Nasional yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 adalah pejabat dan pegawai BNN berdasarkan Undang-Undang ini;
d.         dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang- Undang ini diundangkan, struktur organisasi dan tata kerja Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 harus sudah disesuaikan dengan Undang-Undang ini;
e.         dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang - Undang ini diundangkan, struktur organisasi dan tata kerja BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 harus sudah disesuaikan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 150
Program dan kegiatan Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 yang telah dilaksanakan tetapi belum selesai, masih tetap dapat dijalankan sampai dengan selesainya program dan kegiatan dimaksud termasuk dukungan anggarannya.

Pasal 151
Seluruh aset Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007, baik yang berada di BNN provinsi, maupun di BNN kabupaten/kota dinyatakan sebagai aset BNN berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 152
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698) pada saat Undang-Undang ini diundangkan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru
berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 153
Dengan berlakunya Undang-Undang ini:
a.         Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698); dan
b. Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 154
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 155
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 143
Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu SetiawanARA RI

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG
NARKOTIKA

I. UMUM
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilainilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial.

Namun, dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.

Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.

Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam Undang-Undang ini diatur juga mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam Undang-Undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika.

Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.

Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam Undang- Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota.

Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan
sosial.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika.

Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas melampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik bilateral, regional, maupun internasional.

Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaan tersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “Prekursor Narkotika” hanya untuk industri farmasi.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
Huruf b
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan II” adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Huruf c
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan III” adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”perubahan penggolongan Narkotika” adalah penyesuaian penggolongan Narkotika berdasarkan kesepakatan internasional dan pertimbangan kepentingan nasional.
Pasal 7
Yang dimaksud dengan “pelayanan kesehatan” adalah termasuk pelayanan rehabilitasi medis. Yang dimaksud dengan “pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi” adalah penggunaan Narkotika terutama untuk kepentingan pengobatan dan rehabilitasi, termasuk untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan serta keterampilan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyelidikan, penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika. Kepentingan pendidikan, pelatihan dan keterampilan adalah termasuk untuk kepentingan melatih anjing pelacak Narkotika dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bea dan Cukai dan Badan Narkotika Nasional serta instansi lainnya.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I sebagai:
a.         reagensia diagnostik adalah Narkotika Golongan I tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang digunakan oleh seseorang apakah termasuk jenis Narkotika atau bukan.
b.         reagensia laboratorium adalah Narkotika Golongan I tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang disita atau ditentukan oleh pihak Penyidik apakah termasuk jenis Narkotika atau bukan.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Narkotika dari sumber lain” adalah Narkotika yang dikuasai oleh pemerintah yang diperoleh antara lain dari bantuan atau berdasarkan kerja sama dengan pemerintah atau lembaga asing dan yang diperoleh dari hasil penyitaan atau perampasan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Narkotika yang diperoleh dari sumber lain dipergunakan terutama untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi termasuk juga keperluan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyidikan, dan pemberantasan
peredaran gelap Narkotika.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan ini membuka kemungkinan untuk memberikan izin kepada lebih dari satu industri farmasi yang berhak memproduksi obat Narkotika, tetapi dilakukan sangat selektif dengan maksud agar pengendalian dan pengawasan Narkotika dapat lebih mudah dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “produksi” adalah termasuk pembudidayaan (kultivasi) tanaman yang mengandung Narkotika. Yang dimaksud dengan “jumlah yang sangat terbatas” adalah tidak melebihi kebutuhan yang diperlukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”swasta” adalah lembaga ilmu pengetahuan yang secara khusus atau yang salah satu fungsinya melakukan kegiatan percobaan penelitian dan pengembangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “balai pengobatan” adalah balai pengobatan yang dipimpin oleh dokter.
Ayat (2)
Ketentuan ini memberi kewajiban bagi dokter yang melakukan praktek pribadi untuk membuat laporan yang di dalamnya memuat catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika yang sudah melekat pada rekam  rekam medis dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa simpan resep selama 3 (tiga) tahun. Dokter yang melakukan praktek pada sarana kesehatan yang memberikan pelayanan medis, wajib membuat laporan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika, dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa simpan resep selama 3 (tiga) tahun. Catatan mengenai Narkotika di badan usaha sebagaimana diatur pada ayat ini disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dokumen pelaporan mengenai Narkotika yang berada di bawah kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan, disimpan dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan adalah agar Pemerintah setiap waktu dapat mengetahui tentang persediaan Narkotika yang ada di dalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalam penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pelanggaran” termasuk juga segala bentuk penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
huruf a
Cukup jelas.
huruf b
Cukup jelas.
huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Yang dimaksud dengan “pencabutan izin” adalah izin yang berkaitan dengan kewenangan untuk mengelola Narkotika.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 8 -
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”dalam keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah apabila perusahaan besar farmasi milik negara dimaksud tidak dapat melaksanakan fungsinya dalam melakukan impor Narkotika karena bencana alam, kebakaran dan lain-lain.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri” adalah kawasan di pelabuhan laut dan pelabuhan udara internasional tertentu yang ditetapkan sebagai pintu impor dan ekspor Narkotika agar lalu lintas Narkotika mudah diawasi. Pelaksanaan impor atau ekspor Narkotika tetap tunduk pada Undang-Undang tentang Kepabeanan dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ketentuan ini berintikan jaminan bahwa masuknya Narkotika baik melalui laut maupun udara wajib ditempuh prosedur kepabeanan yang telah ditentukan, demi pengamanan lalu lintas Narkotika di Wilayah Negara Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan “penanggung jawab pengangkut” adalah kapten penerbang atau nakhoda.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”kemasan khusus atau di tempat yang aman” dalam ketentuan ini adalah kemasan yang berbeda dengan kemasan lainnya yang ditempatkan pada tempat tersendiri yang disediakan secara khusus.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan mengenai batas waktu dalam menyampaikan laporan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dan memperketat pengawasan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas. .
Huruf b
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “jenis” adalah sediaan bentuk garam atau basa. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “bentuk” adalah sediaan dalam bentuk bahan baku atau obat jadi seperti tanaman, serbuk, tablet, suntikan, kapsul, cairan. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “jumlah” adalah angka yang menunjukkan banyaknya Narkotika yang terdiri dari jumlah satuan berat dalam kilogram, isi dalam milliliter.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 30
Ketentuan ini menegaskan bahwa pada dasarnya dalam transito Narkotika dilarang mengubah arah negara tujuan. Namun, apabila dalam keadaan tertentu misalnya terjadi keadaan memaksa (force majeur) sehingga harus dilakukan perubahan negara tujuan, maka perubahan tersebut harus memenuhi syarat yang ditentukan dalam ketentuan ini. Selama menunggu pemenuhan persyaratan yang diperlukan, Narkotika tetap disimpan di kawasan pabean, dan tanggung jawab pengawasannya berada di bawah Pejabat Bea dan Cukai.

Pasal 31
Ketentuan ini menegaskan bahwa dilibatkannya Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika adalah sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ketentuan ini menegaskan bahwa batas waktu 3 (tiga) hari kerja dibuktikan dengan stempel pos tercatat, atau tanda terima jika laporan diserahkan secara langsung. Dengan adanya pembatasan waktu kewajiban menyampaikan laporan, maka importir harus segera memeriksa jenis, mutu, dan jumlah atau bobot Narkotika yang diterimanya sesuai dengan Surat Persetujuan Impor yang dimiliki.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah” adalah bahwa setiap peredaran Narkotika termasuk pemindahan Narkotika ke luar kawasan pabean ke gudang importir, wajib disertai dengan dokumen yang dibuat oleh importir, eksportir, industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, atau apotek.
Dokumen tersebut berupa Surat Persetujuan Impor/Ekspor, faktur, surat angkut, surat penyerahan barang, resep dokter atau salinan resep dokter, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Narkotika bersangkutan.
Pasal 39
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “industri farmasi, dan pedagang besar farmasi” adalah industri farmasi, dan pedagang besar farmasi tertentu yang telah memiliki izin khusus untuk menyalurkan Narkotika.
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa Izin khusus penyaluran Narkotika bagi sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah diperlukan sepanjang surat keputusan pendirian sarana penyimpanan sediaan farmasi tersebut tidak dikeluarkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 40
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu” adalah sarana yang mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka pelayanan kesehatan.
Huruf d
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”rumah sakit” adalah rumah sakit yang telah memiliki instalasi farmasi memperoleh Narkotika dari industri farmasi tertentu atau pedagang besar farmasi tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Ketentuan ini menegaskan bahwa rumah sakit yang belum mempunyai instalasi farmasi hanya dapat memperoleh Narkotika dari apotek.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Ketentuan ini menegaskan bahwa pemberian kewenangan penyimpanan dan penyerahan Narkotika dalam bentuk suntik dan tablet untuk pemakaian oral (khususnya tablet morphin) salah satu tujuannya adalah untuk memudahkan dokter memberikan tablet Narkotika tersebut kepada pasien yang mengidap penyakit kanker stadium yang tidak dapat disembuhkan dan hanya morphin satu-satunya obat yang dapat menghilangkan rasa sakit yang tidak terhingga dari penderita kanker tersebut.
Huruf b
Lihat penjelasan huruf a.
Huruf c
Ketentuan ini menegaskan bahwa penyerahan Narkotika oleh dokter yang menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek memerlukan surat izin penyimpanan Narkotika dari Menteri Kesehatan atau pejabat yang diberi wewenang. Izin tersebut melekat pada surat keputusan penempatan di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
Ayat (5)
Ketentuan ini dimaksudkan hanya untuk Narkotika Golongan II dan Golongan III.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa pencantuman label dimaksudkan untuk memudahkan pengenalan sehingga memudahkan pula dalam pengendalian dan pengawasannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “label” adalah label khusus yang diperuntukan bagi Narkotika yang berbeda dari label untuk obat lainnya.
Pasal 46
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “dipublikasikan” adalah yang mempunyai kepentingan ilmiah dan komersial untuk Narkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku Narkotika, di kalangan terbatas kedokteran dan farmasi. Penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat mengenai bahaya penyalahgunaan Narkotika, tidak termasuk kriteria publikasi.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”menteri terkait” antara lain menteri yang membidangi urusan perindustrian dan menteri yang membidangi urusan perdagangan.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”bukti yang sah” antara lain surat keterangan dokter, salinan resep, atau label/etiket.
Pasal 54
Yang dimaksud dengan ”korban penyalahgunaan Narkotika” adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan Narkotika.
Pasal 55
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk membantu Pemerintah dalam menanggulangi masalah dan bahaya penyalahgunaan Narkotika, khususnya untuk pecandu Narkotika, maka diperlukan keikutsertaan orang tua/wali, masyarakat, guna meningkatkan tanggung jawab pengawasan dan bimbingan terhadap anak-anaknya. Yang dimaksud dengan “belum cukup umur” dalam ketentuan ini adalah seseorang yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 56
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi Pecandu Narkotika dilakukan dengan maksud untuk memulihkan dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita yang bersangkutan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi pemerintah” misalnya Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dan Pemerintah Daerah. Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk rehabilitasi medis bagi Pecandu Narkotika pengguna jarum suntik dapat diberikan serangkaian terapi untuk mencegah penularan antara lain penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dengan pengawasan ketat Departemen Kesehatan.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Rehabilitasi sosial dalam ketentuan ini termasuk melalui pendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan alternatif lainnya.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “mantan Pecandu Narkotika” adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap Narkotika secara fisik dan psikis.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “lembaga rehabilitasi sosial” adalah lembaga rehabilitasi sosial yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan ini tidak mengurangi upaya pencegahan melalui kegiatan ekstrakurikuler pada perguruan tinggi.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kemampuan lembaga” dalam ketentuan ini misalnya memberikan penguatan, dorongan, atau fasilitasi agar lembaga rehabilitasi medis terjaga keberlangsungannya.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Ketentuan ini menegaskan bahwa kerja sama internasional meliputi juga kerja sama dalam rangka pencegahan dan pemberantasan kejahatan Narkotika transnasional yang terorganisasi.
Pasal 64
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa dengan dibentuknya Badan Narkotika Nasional yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden yang mempunyai tugas dan fungsi koordinasi dan operasional dalam pengelolaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diharapkan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dapat dicegah dan diberantas sampai ke akar-akarnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud “berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia” dalam ketentuan ini adalah tidak mengurangi kemandirian dalam menentukan kebijakan dan melaksanakan tugas dan wewenang BNN.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa jika terdapat perkara lain yang oleh undang-undang juga ditentukan untuk didahulukan, maka penentuan prioritas diserahkan kepada pengadilan. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penyelesaian secepatnya” adalah mulai dari pemeriksaan, pengambilan putusan, sampai dengan pelaksanaan putusan atau eksekusi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 75
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan ”interdiksi” adalah mengejar dan/atau menghentikan seseorang/kelompok orang, kapal, pesawat terbang, atau kendaraan yang diduga membawa Narkotika dan Prekursor Narkotika, untuk ditangkap tersangkanya dan disita barang buktinya.
Huruf i
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penyadapan” adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan dan/atau penyidikan yang dilakukan oleh penyidik BNN atau Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan cara menggunakan alat-alat elektronik sesuai dengan kemajuan teknologi terhadap pembicaraan dan/atau pengiriman pesan melalui telepon atau alat komunikasi elektronik lainnya. Termasuk di dalam penyadapan adalah pemantauan elektronik dengan cara antara lain:
a.         pemasangan transmitter di ruangan/kamar sasaran untuk mendengar/merekam semua pembicaraan (bugging);
b.         pemasangan transmitter pada mobil/orang/barang yang bisa dilacak keberadaanya (bird dog);
c.         intersepsi internet;
d.         cloning pager, pelayan layanan singkat (SMS), dan fax;
e.         CCTV (Close Circuit Television);
f.          pelacak lokasi tersangka (direction finder).
Perluasan pengertian penyadapan dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang digunakan oleh para pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika dalam mengembangkan jaringannya baik nasional maupun internasional karena perkembangan teknologi berpotensi dimanfaatkan oleh pelaku kriminal yang sangat menguntungkan mereka. Untuk melumpuhkan/memberantas jaringan/sindikat Narkotika dan Prekursor Narkotika maka sistem komunikasi/telekomunikasi mereka harus bisa ditembus oleh penyidik, termasuk melacak keberadaan jaringan tersebut.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Tes urine, tes darah, tes rambut, dan tes bagian tubuh lainnya dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membuktikan ada tidaknya Narkotika di dalam tubuh satu orang atau beberapa orang, dan tes asam dioksiribonukleat (DNA) untuk identifikasi korban, pecandu, dan tersangka.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan ”pemindaian” dalam ketentuan ini adalah scanning baik yang dapat dibawa-bawa (portable) maupun stationere.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Narkotika dan Prekursor Narkotika” adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian tersebut sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing yang dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan fungsi koordinasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “laboratorium tertentu” adalah laboratorium yang sudah terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa tanaman Narkotika yang dimaksud pada ayat ini tidak hanya yang ditemukan di ladang juga yang ditemukan di tempat-tempat lain atau tempat tertentu yang ditanami Narkotika, termasuk tanaman Narkotika dalam bentuk lainnya yang ditemukan dalam waktu bersamaan ditempat tersebut. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sebagian kecil” adalah dalam jumlah yang wajar dari tanaman Narkotika untuk digunakan sebagai barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa jangka waktu 14 (empat belas) hari dimaksudkan agar penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas di daerah yang letak geografisnya dan transportasinya sulit dicapai dapat melaksanakan tugas pemusnahan Narkotika yang ditemukan dengan sebaik-baiknya karena pelanggaran terhadap jangka waktu ini dapat dikenakan pidana.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pejabat yang menyaksikan pemusnahan” adalah pejabat yang mewakili unsur kejaksaan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dalam hal kondisi tempat tanaman Narkotika ditemukan tidak memungkinkan untuk menghadirkan unsur pejabat tersebut maka pemusnahan disaksikan oleh pihak lain yaitu pejabat atau anggota masyarakat setempat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk kepentingan identifikasi jenis, isi dan kadar Narkotika (drugs profiling).
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “seluruh harta kekayaan dan harta benda” adalah seluruh kekayaan yang dimiliki, baik benda bergerak maupun tidak bergerak, yang berwujud maupun tidak berwujud, yang ada dalam penguasaannya atau yang ada dalam penguasaan pihak lain (isteri atau suami, anak dan setiap orang atau badan), yang diperoleh atau diduga diperoleh dari tindak pidana Narkotika yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa.
Pasal 98
Berdasarkan ketentuan ini Hakim bebas untuk melaksanakan kewenangannya meminta terdakwa untuk membuktikan bahwa seluruh harta bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak dan setiap orang atau badan bukan berasal dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 99
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap keselamatan pelapor yang memberikan keterangan mengenai suatu tindak pidana Narkotika, agar nama dan alamat pelapor tidak diketahui oleh tersangka, terdakwa, atau jaringannya pada tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan.
Pasal 100
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keluarganya” adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 101
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam menetapkan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dirampas untuk negara, hakim memperhatikan ketetapan dalam proses penyidikan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hasilnya” adalah baik yang berupa uang atau benda lain yang diketahui atau diduga keras diperoleh dari tindak pidana Narkotika.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Perampasan harta dan kekayaan atau aset hasil tindak pidana pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan yang tetap, dirampas untuk negara dan dapat digunakan untuk biaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta untuk pembayaran premi bagi anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika. Dengan demikian masyarakat dirangsang untuk berpartisipasi aktif dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Disamping itu harta dan kekayaan atau aset yang disita negara tersebut dapat pula digunakan untuk membiayai rehabilitasi medis dan sosial para korban penyalahguna Narkotika dan Prekursor Narkotika. Proses penyidikan harta dan kekayaan atau aset hasil tindak pidana pencucian uang dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Ayat (1)
Huruf a
Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata memutuskan bagi Pecandu Narkotika yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika mengandung pengertian bahwa putusan hakim tersebut merupakan vonis (hukuman) bagi Pecandu Narkotika yang bersangkutan.
Huruf b
Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata menetapkan bagi Pecandu Narkotika yang tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika mengandung pengertian bahwa penetapan hakim tersebut bukan merupakan vonis (hukuman) bagi Pecandu Narkotika yang bersangkutan. Penetapan tersebut dimaksudkan untuk memberikan suatu penekanan bahwa Pecandu Narkotika tersebut walaupun tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika, tetapi tetap wajib menjalani pengobatan dan perawatan.
Biaya pengobatan dan atau perawatan bagi Pecandu Narkotika yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika sepenuhnya menjadi beban dan tanggung jawab negara, karena pengobatan dan atau perawatan tersebut merupakan bagian dari masa menjalani hukuman. Sedangkan bagi pecandu Narkotika yang tidak terbukti bersalah biaya pengobatan dan/atau perawatan selama dalam status tahanan tetap menjadi beban negara, kecuali tahanan rumah dan tahanan kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109 Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam pemberian penghargaan harus tetap memperhatikan jaminan keamanan dan perlindungan terhadap yang diberi penghargaan. Penghargaan diberikan dalam bentuk piagam, tanda jasa, premi, dan/atau bentuk penghargaan lainnya.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “cacat permanen” dalam ketentuan ini adalah cacat fisik dan/atau cacat mental yang bersifat tetap atau tidak dapat dipulihkan/disembuhkan.
Pasal 117
Cukup jelas.

Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.

Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”percobaan” adalah adanya unsurunsur niat, adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.

Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 5062
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I
1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.

2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.

3. Opium masak terdiri dari :
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.

5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.

6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.

7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.

8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.

9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.

10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya.

11. Asetorfina : 3-0-acetiltetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)- 6, 14-endoeteno-oripavina

12. Acetil – alfa – metil fentanil : N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida

13. Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida

14. Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil] priopionanilida

15. Beta-hidroksifentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil] propionanilida
16. Beta-hidroksi-3-metilfentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4 piperidil] propio-nanilida.

17. Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina

18. Etorfina : tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14- endoeteno-oripavina

19. Heroina : Diacetilmorfina

20. Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4- propionilpiperidina

21. 3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida

22. 3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] propionanilida

23. MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)

24. Para-fluorofentanil : 4‘-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida

25. PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester)

26. Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida

27. BROLAMFETAMINA, nama lain DOB : (})-4-bromo-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina

28. DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol
29. DMA : ( + )-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina

30. DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro- 6,6,9-trimetil-6H- dibenzo[b, d]piran-1-ol

31. DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol

32. DOET : (})-4-etil-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina

33. ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina

34. ETRIPTAMINA : 3-(2aminobutil) indole

35. KATINONA : (-)-(S)- 2-aminopropiofenon

36. ( + )-LISERGIDA, nama lain LSD, LSD-25 : 9,10-didehidro-N, N-dietil-6-metilergolina-8 β – karboksamida

37. MDMA : (})-N, α -dimetil-3,4- (metilendioksi)fenetilamina

38. meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina

39. METKATINONA : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on

40. 4- metilaminoreks : (})-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina
41. MMDA : 5-metoksi- α -metil-3,4- (metilendioksi)fenetilamina

42. N-etil MDA : (})-N-etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin

43. N-hidroksi MDA : (})-N-[ α -metil-3,4- (metilendioksi)fenetil]hidroksilamina

44. paraheksil : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H- dibenzo [b,d] piran-1 ol
45. PMA : p-metoksi- α -metilfenetilamina

46. psilosina, psilotsin : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol

47. PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen fosfat

48. ROLISIKLIDINA, nama lain PHP,PCPY : 1-( 1- fenilsikloheksil)pirolidina

49. STP, DOM : 2,5-dimetoksi- α ,4-dimetilfenetilamina

50. TENAMFETAMINA, nama lain MDA : α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina

51. TENOSIKLIDINA, nama
lain TCP : 1- [1-(2-tienil) sikloheksil]piperidina

52. TMA : (})-3,4,5-trimetoksi- α -metilfenetilamina

53. AMFETAMINA : (})- α –metilfenetilamina

54. DEKSAMFETAMINA : ( + )- α –metilfenetilamina

55. FENETILINA : 7-[2-[( α -metilfenetil)amino]etil]teofilina

56. FENMETRAZINA : 3- metil- 2 fenilmorfolin

57. FENSIKLIDINA, nama lain PCP : 1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina

58. LEVAMFETAMINA, nama lain levamfetamina : (- )-(R)- α -metilfenetilamina

59. levometamfetamina : ( -)- N, α -dimetilfenetilamina

60. MEKLOKUALON : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon

61. METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina

62. METAKUALON : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon

63. ZIPEPPROL : α - ( α metoksibenzil)-4-( β-metoksifenetil )-1- piperazinetano

64. Opium Obat

65. Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN II
1. Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4- difenilheptana
2. Alfameprodina : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4- propionoksipiperidina
3. Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol
4. Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
5. Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1il)etil]-4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N- fenilpropanamida
6. Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
7. Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4- karboksilat etil ester
8. Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana
9. Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4- karboksilat etil ester
10. Benzilmorfina : 3-benzilmorfina
11. Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina
12. Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol
13. Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina
14. Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4- difenilheptana
15. Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3- propionil-1-benzimidazolinil)-piperidina
16. Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1- pirolidinil)butil]-morfolina
17. Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida
18. Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2’-tienil)-1-butena
19. Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)- 4fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
20. Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4- fenilisonipekotik
21. Dihidromorfina
22. Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol
23. Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat
24. Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena
25. Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat
26. Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona
27. Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6s,14-diol
28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina.
29. Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena
30. Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]- 4fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
31. Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-5- nitrobenzimedazol
32. Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester)
33. Hidrokodona : Dihidrokodeinona
34. Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4- karboksilat etil ester
35. Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina
36. Hidromorfona : Dihidrimorfinona
37. Isometadona : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3- heksanona
38. Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona
39. Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida
40. Fenazosina : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7- benzomorfan
41. Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan
42. Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4- fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
43. Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina
44. Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5- nitrobenzimidazol
45. Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima
46. Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan
47. Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4- (1pirolidinil)butil] morfolina
48. Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan
49. Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan
50. Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona
51. Metadona intermediat : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana
52. Metazosina : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan
53. Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina
54. Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina
55. Metopon : 5-metildihidromorfinona
56. Mirofina : Miristilbenzilmorfina
57. Moramida intermediat : asam (2-metil-3-morfolino-1, 1difenilpropana karboksilat
58. Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester
59. Morfina-N-oksida
60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-Noksida
61. Morfina
62. Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina
63. Norasimetadol : (})-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-
difenilheptana
64. Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan
65. Normetadona : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona
66. Normorfina : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina
67. Norpipanona : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona
68. Oksikodona : 14-hidroksidihidrokodeinona
69. Oksimorfona : 14-hidroksidihidromorfinona
70. Petidina intermediat A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina
71. Petidina intermediat B : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
72. Petidina intermediat C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat
73. Petidina : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
74. Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4-karboksilat etil ester
75. Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1- piperidino)-piperdina-4-karboksilat amida
76. Proheptasina : 1,3-dimetil-4-fenil-4- propionoksiazasikloheptana
77. Properidina : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil ester
78. Rasemetorfan : (})-3-metoksi-N-metilmorfinan
79. Rasemoramida : (})-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)- butil]-morfolina
80. Rasemorfan : (})-3-hidroksi-N-metilmorfinan
81. Sufentanil : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4- piperidil] propionanilida
82. Tebaina
83. Tebakon : Asetildihidrokodeinona
84. Tilidina : (})-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-
sikloheksena-1-karboksilat
85. Trimeperidina : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
86. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas.

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN III
1. Asetildihidrokodeina
2. Dekstropropoksifena : α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2- butanol propionat
3. Dihidrokodeina
4. Etilmorfina : 3-etil morfina
5. Kodeina : 3-metil morfina
6. Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina
7. Nikokodina : 6-nikotinilkodeina
8. Norkodeina : N-demetilkodeina
9. Polkodina : Morfoliniletilmorfina
10. Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2- piridilpropionamida
11. Buprenorfina : 21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2- trimetilpropil]-6,14-endo-entano-6,7,8,14- tetrahidrooripavina
12. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas
13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika
14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika

GOLONGAN DAN JENIS PREKURSOR
TABEL I
1. Acetic Anhydride.
2. N-Acetylanthranilic Acid.
3. Ephedrine.
4. Ergometrine.
5. Ergotamine.
6. Isosafrole.
7. Lysergic Acid.
8. 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone.
9. Norephedrine.
10. 1-Phenyl-2-Propanone.
11. Piperonal.
12. Potassium Permanganat.
13. Pseudoephedrine.
14. Safrole.

TABEL II
1. Acetone.
2. Anthranilic Acid.
3. Ethyl Ether.
4. Hydrochloric Acid.
5. Methyl Ethyl Ketone.
6. Phenylacetic Acid.
7. Piperidine.
8. Sulphuric Acid.
9. Toluene.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

LAMPIRAN II
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 35 Tahun 2009 2009 2009
TANGGAL : 12 Oktober 2009 9 Juli 2009
Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan
19.50 | 0 komentar | Read More